REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Pengungsi Rohingya di Bangladesh telah menyumbangkan dana untuk membantu umat Buddha yang mengungsi karena konflik di Negara bagian Rakhine, Myanmar. Hal itu dilakukan terlepas dari kesulitan mereka sendiri.
Hampir 200 ribu orang, yang sebagian besar warga sipil etnis Budhha telah mengungsi di seluruh negara bagian Rakhine sejak akhir 2018 ketika bentrokan dimulai antara tentara Myanmar dan Tentara Arakan. Kelompok itu adalah sebuah kelompok pemberontak Buddha.
"Kita semua adalah manusia, dan kita serta umat Buddha di Arakan (Rakhine) semuanya berasal dari negara yang sama, terlepas dari identitas etnis kita," ujar Mohammad Kamal Hossain, seorang pemuda Rohingya yang tinggal di kamp pengungsi Kutupalong di distrik Cox's Bazar tenggara Bangladesh seperti dilansir laman Anadolu Agency, Jumat (2/10).
"Mereka pernah berbagi kesedihan kami dan membantu kami selama pembantaian tahun 2017 oleh militer Myanmar. Sekarang kami melakukan apa yang kami bisa untuk mendukung mereka pada saat mereka membutuhkan," ujarnya menambahkan.
Dia mengatakan, bahwa 152 pemuda Rohingya yang sebagian besar pelajar mengumpulkan sumbangan dari pengungsi di pemukiman pengungsi Cox's Bazar, rumah bagi lebih dari satu juta pengungsi Rohingya selama dua bulan. Beroperasi di bawah panji Masyarakat Altruisme Arakan dan Jaringan Pendidikan, mereka berhasil mengumpulkan 500.000 Kyat Myanmar (383 dolar AS) dan uang itu dikirim ke umat Buddha yang mengungsi melalui kerabat mereka.
"Kami selalu berhubungan dengan teman-teman kami di Rakhine dan akan selalu mendukung orang-orang sebangsa kami, terlepas dari identitas agama atau etnis kami," kata Hossein.
Sebelumnya pada Juli, mahasiswa Rohingya di Sittwe, ibu kota Negara Bagian Rakhine, juga sempat menyumbangkan 300 ribu Kyat Myanmar (230 dolar AS) untuk membantu populasi pengungsi di zona konflik. Pemimpin pemuda Rohingya lainnya berbicara tentang keinginan komunitas untuk membantu teman-teman Buddha mereka yang datang membantu mereka selama penumpasan brutal tentara Myanmar pada 2017.
Pada Agustus tahun itu, Myanmar melancarkan serangan militer terhadap Muslim Rohingya atas nama operasi pembersihan terhadap kelompok pemberontak Rohingya, Arakan Rohingya Salvation Army. "Tetangga Buddha kami membantu kami selama waktu yang mengerikan itu dan mengizinkan banyak dari kami berlindung di rumah mereka. Sekarang, melihat mereka diusir dari rumah, kami bisa merasakan kepedihan mereka," ujar Khin Maung, pendiri dan direktur eksekutif Asosiasi Pemuda Rohingya.
Menurut Amnesty International, serangan itu memaksa lebih dari 750 ribu orang etnis Rohingya yang kebanyakan wanita dan anak-anak, untuk melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh. Hal ini tentu mendorong jumlah pengungsi Rohingya di Bangladesh menjadi lebih dari 1,2 juta.
Menurut laporan oleh Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA), sejak 25 Agustus 2017, hampir 24 ribu Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan negara Myanmar. Maung menyerukan kepada komunitas internasional untuk membantu memulihkan perdamaian di Rakhine dan merehabilitasi semua pengungsi, termasuk Rohingya dan Buddha.
"Selama berabad-abad, kami Rohingya dan Buddha hidup bersama dengan damai di Arakan (Rakhine). Kami bertekad untuk kembali ke tanah air dan membawa kembali hari-hari damai dan harmoni," katanya.