Sabtu 03 Oct 2020 14:44 WIB

Hakikat Sikap Tawakal

Tawakal adalah lambang dari keyakinan diri seseorang terhadap kemampuan si wakil.

Allah SWT sangat mencintai hamba-Nya yang bertawakal kepada-Nya.
Foto: Republika
Allah SWT sangat mencintai hamba-Nya yang bertawakal kepada-Nya.

REPUBLIKA.CO.ID, Tentang hakikat sikap tawakal, Imam al-Ghazali berkata, "Sesungguhnya tawakal terdiri dari tiga komponen, yaitu ilmu, hal (keadaan), dan perbuatan. Adapun yang dimaksud dengan hal adalah keadaan yang melambangkan realisasi sikap tawakal tersebut. Sementara itu, ilmu merupakan fondasi tawakal sedangkan perbuatan (amal) merupakan buahnya".

Para pakar mengemukakan penjelasan yang berbeda-beda tentang definisi tawakal. Setiap orang mengemukakan pendapat dari sudut pandang masing-masing.

Dalam buku Jiwa dalam Bimbingan Rasulullah karya Dr Saad Riyadh disebutkan secara etimologis, tawakal terambil dari kata wakaalah yang berarti menyerahkan atau menyandarkan suatu urusan keapda orang lain. Selanjutnya, pihak yang dipercayai untuk mengurus urusan itu disebut wakiil, sementara pihak yang menyerahkannya disebut muttakil'alaih atau mutawakkil'alaih.

Seseorang akan rela menyerahkan (mewakilkan) penyelesaian urusannya kepada orang lain apabila dia yakin dan merasa tenang terhadap orang itu. Selain itu, orang yang diserahi urusan pastilah merupakan orang yang dipandang mampu menyelesaikannya serta tidak akan mengecewakan pihak yang mewakilkan.

Dengan demikian, secara singkat dapat dikatakan bahwa tawakal adalah lambang dari keyakinan diri seseorang terhadap kemampuan si wakil.

Tentang bagaimana bentuk tawakal yagn benar itu, Anas bin Malik meriwayatkan bahwa seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah Saw, "Wahai Rasulullah Saw, apakah saya harus mengikat kambing saya terlebih dahulu dan baru kemudian bertawakal atau membiarkannya saja tidak terikat dan langsung bertawakal?"

Nabi Saw menjawab, "Ikatlah kemudian bertawakallah" (HR Tirmidzi)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement