Ahad 04 Oct 2020 03:00 WIB

Taliban akan Jadi Seperti Iran Versi Sunni di Afghanistan?

Taliban akan berkompromi dengan tawaran perjanjian Amerika Serikat.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Nashih Nashrullah
Taliban akan berkompromi dengan tawaran perjanjian Amerika Serikat. Ilustrasi Kelompok Taliban
Foto: Foto : MgRol112
Taliban akan berkompromi dengan tawaran perjanjian Amerika Serikat. Ilustrasi Kelompok Taliban

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL –  Kelompok militan Taliban terus berusaha mengubah Afghanistan menjadi negara teokrasi. Kendati demikian, kelompok ini mengakui mereka tidak dapat menghidupkan emirat Islam Afghanistan dan mereka melakukan kompromi dengan Amerika Serikat (AS).   

Taliban yang berhasil mengendalikan separuh wilayah negara membuat Kabul kekurangan memiliki keunggulan militer mendorong tawar-menawar terutama dengan penarikan pasukan Amerika Serikat. Akibatnya, kata mereka, pemerintah Afghanistan kemungkinan besar harus menerima perubahan konstitusional yang signifikan dan perubahan sistem politik saat ini untuk mencapai perdamaian.

Baca Juga

"Taliban tahu bahwa mereka tidak dapat kembali ke emirat lama mereka dan perlu berkompromi karena kebutuhan mereka akan pengakuan internasional. Kami bisa melihat perpaduan antara cita-cita Sunni Abad Pertengahan dan negara gaya Barat yang modern," kata direktur Center for Global Policy, Kamran Bokhari, yang jadi tempat pemikir yang berbasis di Washington seperti dikutip dari laman Radio Free Europe Radio Liberty, Sabtu (3/10).

Bokhari memperkirakan hasil yang mungkin terjadi jika kesepakatan damai tercapai dan Taliban mematuhinya adalah Republik Islam Iran versi Sunni Afghanistan. Penyelesaian politik antara pihak lawan Afghanistan adalah komponen kunci yang menjadi tonggak antara AS-Taliban yang ditandatangani pada Februari yang bertujuan untuk mengakhiri perang 19 tahun. 

Berdasarkan kesepakatan itu, pasukan asing akan meninggalkan Afghanistan pada Mei 2021 dengan imbalan jaminan kontraterorisme dari Taliban yang setuju untuk merundingkan gencatan senjata permanen dan formula pembagian kekuasaan dengan pemerintah Afghanistan.

Sementara itu, seorang analis politik yang berbasis di Kabul, Rahmatullah Amiri dalam pernyataannya baru-baru ini mengatakan, para pejabat AS dan pemimpin Taliban tampaknya menunjukkan bahwa perubahan rezim melalui negosiasi sedang berlangsung.

"Kedua belah pihak tidak akan menggunakan istilah itu karena sensitivitasnya. Namun pada kenyataannya, tujuan utama Taliban adalah perubahan rezim dan itulah yang sedang dibahas," ujarnya.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo selama upacara pembukaan perundingan damai di Qatar pada 12 September 2020 mengatakan kepada Afghanistan bahwa pilihan sistem politik negara ini ada di tangan Anda.

Kepala Politik dan Wakil Pemimpin Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar mengatakan bahwa Afghanistan harus memiliki sistem Islam dimana semua suku dan etnis di negara itu menemukan diri mereka sendiri tanpa diskriminasi dan menjalani hidup mereka dalam cinta dan persaudaraan. 

Kemudian Kepala Tim Perunding Taliban Abdul Hakim Ishaqzai mengatakan, kelompoknya berusaha untuk membangun sistem yang benar-benar Islami.

Sebenarnya ada kesamaan antara sistem hukum dan tata kelola pemerintah Afghanistan dan Taliban. Sebenarnya sistem politik Taliban maupun Aghanistan sama-sama bergantung pada sentralisasi kekuasaan dan peran tertinggi Islam. 

Konstitusi Afghanistan 2004 menetapkan bahwa tidak ada hukum yang dapat bertentangan dengan keyakinan dan ketentuan agama suci Islam dan terkadang tampak bertentangan dengan elemen yang lebih liberal dan demokratis. 

Kekuasaan Afghanistan di dalam pemerintahan yang sangat terpusat. Sementara Taliban juga berpandangan kekuasaan harus dipusatkan pada Amir ul-Momineen atau pemimpin yang beriman. Pemimpin tertinggi ini adalah kepala negara dan memiliki otoritas tertinggi. N Rr Laeny Sulistyawati

Sumber: https://www.rferl.org/a/is-the-taliban-seeking-a-sunni-afghan-version-of-iran-/30870998.html

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement