Friday, 1 Sya'ban 1446 / 31 January 2025

Friday, 1 Sya'ban 1446 / 31 January 2025

Bawaslu Minta Kasus Pengusiran Pengawas Pemilu Dipolisikan

Ahad 04 Oct 2020 14:10 WIB

Red: Agus Yulianto

Sejumlah kegiatan dilarang pada masa kampanye Pilkada 2020 terkait pandemi Covid-19. (Ilustrasi)

Sejumlah kegiatan dilarang pada masa kampanye Pilkada 2020 terkait pandemi Covid-19. (Ilustrasi)

Foto: Republika
Paslon itu terancam dikenai Pasal 198A UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

REPUBLIKA.CO.ID, TERNATE -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Maluku Utara meminta jajarannya di Kabupaten Kepulauan Sula untuk segera memolisikan tim sukses salah satu pasangan calon (paslon) yang mengusir petugas pengawasnya saat kampanye pasangan Hendrata Thes-Umar Umabaihi.

"Kami telah menginstruksikan kepada Bawaslu Kabupaten Kepsul untuk melaporkan tindakan tim sukses pasangan HT-Umar karena dengan sengaja menghalangi kegiatan pengawasan saat kampanye di Desa Capalulu, Kabupaten Kepulauan Sula," kata Ketua Bawaslu Provinsi Malut Muksin Amrin di Ternate, Ahad (4/10).

Sesuai dengan laporan bahwa seorang pengawas desa bernama Yuliyanti mendapat perlakuan tidak menyenangkan saat bertugas mengawasi kampanye pasangan Hendrata-Umar. Pada saat itu tim sukses pasangan HT-Umar dengan menggunakan pengeras suara di hadapan ratusan orang langsung melakukan pengusiran. Bahkan, Yuliyanti nyaris dipukul saat mengabadikan proses jalannya kampanye pasangan petahana itu.

Atas peristiwa itu, Bawaslu merasa tersinggung dengan sikap kekerasan yang ditunjukan oleh tim kampanye kepada jajaran pengawas yang sedang melakukan pengawasan. Muksin Amrin menegaskan, bahwa tugas pengawasan itu bersifat melekat yang diatur dalam undang-undang pemilihan sehingga masing-masing pihak harus saling menghormati tugas lembaga.

"Kami akan intenstif mengawasi ini sehingga harus ada jeretan hukum terhadap mereka," katanya menandaskan.

Menurut dia, paslon itu terancam dikenai Pasal 198A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Disebutkan pasal ini bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindak kekerasan atau menghalangi penyelenggara pilkada dalam menjalani tugasnya, bisa dipidana. Sanksinya, kata dia, berupa pidana penjara minimal 12 bulan dan maksimal 24 bulan dengan denda paling sedikit Rp12 juta hingga Rp24 juta.

Sumber : Antara
 

BERITA TERKAIT

 

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler