REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menilai, RUU Cipta Kerja akan dapat mendorong debirokratisasi. Langkah ini bisa mempermudah pelayanan pemerintahan yang lebih efisien, mudah, dan pasti, dengan penerapan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria) dan penggunaan sistem elektronik.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, dalam RUU Cipta Kerja terdapat dukungan untuk UMKM lewat kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui OSS. Selanjutnya, kemudahan dalam mendaftarkan hak kekayaan intelektual (HAKI), serta kemudahan dalam mendirikan perusahaan terbuka (PT) perseorangan.
“Yang lebih penting adalah manfaat yang akan didapat masyarakat setelah berlakunya UU Cipta Kerja. Kemudian kemudahan ini dengan persyaratan yang mudah dan juga biaya yang murah, sehingga ada kepastian legalitas bagi pelaku usaha UMKM,” ujarnya kepada wartawan, Ahad (4/10).
Airlangga menjelaskan, kemudahan juga didapatkan pendirian koperasi dengan menetapkan minimal jumlah anggota sembilan orang. Bahkan koperasi diberikan keleluasaan untuk melaksanakan prinsip usaha syariah dan dapat memanfaatkan teknologi.
Sedangkan sertifikasi halal, dilakukan percepatan dan kepastian dalam proses sertifikasi halal. Bagi pelaku UMK diberikan kemudahan dan biaya ditanggung pemerintah, serta memperluas lembaga pemeriksa halal, yang dapat dilakukan oleh ormas Islam dan Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
“Terhadap keterlanjuran perkebunan masyarakat di kawasan hutan, masyarakat akan dapat memiliki kepastian pemanfaatan atas keterlanjuran lahan dalam kawasan hutan, lahan masyarakat yang berada di kawasan konservasi, maka masyarakat tetap dapat memanfaatkan hasil perkebunan dengan pengawasan dari pemerintah,” ucapnya.
Bagi nelayan juga telah diatur penyederhanaan perizinan berusaha untuk kapal perikanan, yang dilakukan melalui satu pintu Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan juga memberikan dukungan melalui standar keselamatan.
Dari sisi perumahan, lewat RUU Cipta Kerja pemerintah akan memberikan percepatan pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang dikelola khusus oleh Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3).
“Pemerintah juga mengejar percepatan reformasi agraria dan redistribusi tanah yang akan dilakukan oleh Bank Tanah,” ucapnya.
Terkait dengan peningkatan perlindungan kepada pekerja, RUU Cipta Kerja juga hadir memberi solusi. Misalnya adanya kepastian dalam pemberian pesangon, dalam pemberian pesangon pemerintah menerapkan program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) dengan tidak mengurangi manfaat JKK, JKm, JHT, dan JP serta tidak menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha.
Menurut Airlangga pelaksanaan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) yang dilakukan oleh pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan dengan tidak mengurangi manfaat JKK, JKm, JHT, dan JP serta tidak menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha. Dalam pengaturan jam kerja yang khusus untuk pekerjaan tertentu yang sifatnya tidak dapat melakukan jam kerja yang umum yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan, dengan memperhatikan trend pekerjaan yang mengarah kepada pemanfaatan digital termasuk bagi industri 4.0 dan ekonomi digital.
Airlangga juga menyatakan jika persyaratan PHK tetap mengikuti persyaratan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan RUU Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti haid, cuti hamil yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Sedangkan bagi pelaku usaha, mereka akan mendapat manfaat yang mencakup kemudahan dan kepastian dalam mendapatkan perizinan berusaha dengan penerapan perizinan berbasis risiko dan penerapan standar.
Pemberian hak dan perlindungan pekerja/buruh dapat dilakukan dengan baik, akan meningkatkan daya saing dan produktivitas. Bahkan mereka mendapatkan insentif dan kemudahan baik dalam bentuk insentif fiskal maupun kemudahan dan kepastian pelayanan dalam rangka investasi.
“Selain itu adanya ruang kegiatan usaha yang lebih luas untuk dapat dimasuki investasi dengan mengacu kepada bidang usaha yang diprioritaskan pemerintah,” ucapnya.
Pelaku usaha juga mendapatkan jaminan perlindungan hukum yang cukup kuat dengan penerapan ultimum remedium yang berkaitan dengan sanksi. Pelanggaran administrasi hanya dikenakan sanksi administrasi, sedangkan pelanggaran yang menimbulkan akibat K3L (Keselamatan, Keselamatan, Keamanan, dan Lingkungan) dikenakan sanksi pidana.