Ahad 04 Oct 2020 16:46 WIB

Dikaji Penyebab Terhentinya Gas Metana pada Api Abadi Mrapen

Semburan api Mrapen terpantau mulai tak stabil setelah ada pengeboran sumur.

Rep: S Bowo Pribadi / Red: Agus Yulianto
Kepala Seksi Energi Dinas ESDM wilayah Kendeng Selatan Sinung Sugeng Arianto (tengah) mengecek kadar gas di lokasi semburan air dan gas di Desa Manggarmas, Godong, Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (2/10). Lokasi semburan air dan gas yang berjarak 200 meter dari lokasi Api Abadi Mrapen akibat pengeboran untuk mencari sumber mata air pada 12 September 2020 itu diduga menjadi penyebab berhentinya suplai gas ke situs Api Abadi Mrapen.
Foto: YUSUF NUGROHO/ANTARA FOTO
Kepala Seksi Energi Dinas ESDM wilayah Kendeng Selatan Sinung Sugeng Arianto (tengah) mengecek kadar gas di lokasi semburan air dan gas di Desa Manggarmas, Godong, Grobogan, Jawa Tengah, Jumat (2/10). Lokasi semburan air dan gas yang berjarak 200 meter dari lokasi Api Abadi Mrapen akibat pengeboran untuk mencari sumber mata air pada 12 September 2020 itu diduga menjadi penyebab berhentinya suplai gas ke situs Api Abadi Mrapen.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah untuk sementara menyimpulkan, terhentinya pasokan gas metana (CH4) menjadi penyebab padamnya sumber api abadi situs Mrapen, di Desa Manggarmas, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Selama ini, gas metana dari perut bumi tersebut merupakan bahan bakar semburan 'api biru' yang ada Mrapen tersebut. 

Namun sejak 25 September 2020 lalu, pasokan gas metana tersebut benar- benar telah terhenti (habis), hingga sumber api alami tersebut tidak lagi abadi. "Mengapa pasokan gas metana tersebut bisa habis, itu yang sedang kita telusuri di Mrapen, bersama dengan tim ahli geologi," ungkap Kepala Seksi Energi Cabang Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah Wilayah Kendeng Selatan, Sinung Sugeng Arianto, yang dikonfirmasi, Ahad (4/10).

Dia mengatakan, saat ini, yang menjadi fokus penelitian tim ahli adalah menelusuri penyebab terhentinya pasokan gas metana tersebut. Apakah karena retakannya tertutup karena deformasi, apakah memang pasokan gas sudah habis atau karena terjadi migrasi gas ke tempat lain dampak pembuatan sumur dalam di sekitarnya.

photo
Juru kunci Api Abadi Mrapen, Ali Mudzakir (kanan) disaksikan Bupati Grobogan Sri Sumarni (kiri) mengambil api untuk ASEAN School Games (ASG) 2019 di Desa Manggarmas, Grobogan, Jawa Tengah, Rabu (17/7/2019). - (Antara/Yusuf Nugroho)

Oleh karena itu, masih membutuhkan waktu untuk melakukan berbagai kajian di Mrapen sebelum memastikan penyebab pasti padamnya sumber api abadi tersebut. Sehingga Dinas ESDM menggandeng para ahli geologi untuk mengobservasi penyebab padamnya Api Abadi Mrapen.

Hal tersebut merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan situs Api Abadi, yang selama ini juga dikenal sebagai salah satu sumber api biru tersebut. Terutama setelah sumber api tersebut benar-benar padam dan tak lagi menyemburkan api biru.

Sinung juga menyampaikan, guna memastikan sumber tersebut telah padam akibat tak ada lagi pasokan gas metana, tim sudah beberapa kali mencoba menyalakan api di titik yang selama ini menjadi pusat semburan api di situs Mrapen tersebut. Namun upaya tersebut tetap nihil.

Bau gas dan tanda-tanda adanya kandungan gas di titik awal pusat semburan api sudah tidak ada. "Kami coba menggunakan api juga sudah tidak bisa. Maka kami masih melakukan kajian dan penyelamatan yaikni observasi, mitigasi serta solusi," jelasnya.

Perihal adanya eksplorasi (pembuatan sumur dalam) di sekitar situs Mrapen juga diamini oleh Pengelola Api Abadi Mrapen, David Diyanto. Menurutnya, sumber Api Abadi Mrapen--sebelumnya-- memang menyemburkan api biru setinggi hampir 25 centimeter hingga selama ini dikenal sebagai situs api abadi.

Namun secara bertahap kekuatan semburan api biru tersebut semakin melemah dan puncaknya adalah pada 25 September 2020 lalu, saat semburan api biru sudah tidak tampak lagi, kendati suara gemuruh dan bau gas metana masih terasa meski lemah.

Semburan api Mrapen, tambahnya, terpantau mulai tak stabil setelah ada pengeboran sumur yang lokasinya berjarak sekitar 150 meter pada 12 September lalu. Saat itu pengeboran sedalam 30 meter untuk mencari sumber air justru menyemburkan air bercampur gas yang akhirnya harus dihentikan.

Sebenarnya warga sekitar juga banyak yang sudah membuat sumur bor (sumur dalam) untuk mencari sumber air, namun yang keluar malah semburan air bercampur gas. Dan terakhir pembuatan sumur--di belakang toko moderen--juga muncul semburan air bercampur gas. Sejak saat itu api abadi Mrapen mulai melemah.

Pada tahun 1996, masih jelasnya,  intensitas kobaran Api Abadi Mrapen juga sempat melemah dan cenderung kecil. Saat itu terselamatkan setelah ditemukan sumber gas metana baru dengan cadangan yang disebutkan jauh lebih besar.

Beberapa waktu lalu, saat api mulai melemah, pengelola juga sempat membongkar untuk mencari tahu penyebabnya. Setelah itu, sumber api kembali dibiarkan terlebih dahulu selama lima hari, dengan harapan gas metana masih bisa menyembur lagi. 

Namun ternyata tetap tidak bisa, hingga akhirnya kondisi yang terjadi disampaikan kepada pemerintah. "Sejak saat itulah semburan api di situs api abadi Mrapen ini benar- benar sudah terhenti dan tak bisa dinyalakan lagi," tandasnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement