REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada saat yang sama, pemuda Muhammadiyah juga ambil bagian dalam perlawanan terhadap PKI, termasuk dalam memenangkan hati dan pikiran penduduk dengan menyebarkan pamflet anti-PKI di berbagai tempat di Jawa Tengah. Yogyakarta dan Jawa Tengah tergolong hotspot karena selain terjadinya pembunuhan dua perwira tinggi Korem 72/Pamungkas, pada awal Oktober 1965 Ketua CC PKI, DN Aidit dikabarkan melarikan diri ke Yogyakarta. Rencananya, Jawa Tengah dan Yogyakarta akan dijadikan basis PKI selanjutnya untuk melanjutkan coup yang telah gagal di Jakarta.
Pawai keliling merupakan agenda yang kerap dilakukan KOKAM untuk show of force. Pada 26 Juli 1966, misalnya, di Alun-alun Utara Yogyakarta, Angkatan Muda Muhammadiyah mengadakan apel akbar serta dilanjutkan dengan pawai keliling kota. Besarnya jangkauan apel ini ditunjukkan oleh unsur yang hadir. Semua elemen dalam AMM ambil bagian, termasuk KOKAM, Bimasena, Tapak Suci, IMM, Pemuda Muhammadiyah, IPM, NA, serta murid-murid sekolah Muhammadiyah.
KOKAM dari berbagai Daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur turut meramaikan pawai tersebut. Juga kelompok-kelompok Islam lainnya, seperti HMI, PMII, PII dan Banser. Acara itu dihadiri oleh KH A Badawi dan Brigjen Sucipto, menteri pertanian dalam Kabinet Ampera yang sebelumnya kerap menyambangi Muhammadiyah guna mencari dukungan memberantas PKI.
Simbol Semangat
Di luar fungsi pengamanannya dan pascamenurunnya tensi setelah G 30 S, KOKAM juga menjadi simbol semangat dan energi, terutama bagi cabang Muhammadiyah yang baru tumbuh. Muhammadiyah Cabang Paciran/Blimbing, Lamongan, misalnya, berdiri pada awal 1966.
Sebelum diresmikan pendiriannya, warga Muhammadiyah telah aktif di sana, sehingga ketika diresmikan mereka sudah mempunyai TK, Madrasah Ibtidaiyah, dan PGAA dengan siswa mencapai 1.500 orang. Seiring dengan peresmian Cabang baru itu, di sana kemudian didirikan pula KOKAM dan PS Pemuda Muhammadiyah dengan tujuan “guna meningkatkan daya juang Muhammadiyah setempat”. Tampaknya, KOKAM mendapat keuntungan dari citra tentara yang baru saja memberantas kaum komunis, citra tentara yang identik dengan Pancasilais, anti-komunis, dan merakyat.
Demikian pula di Manado, Sulut. Pada pertengahan 1966, Muhammadiyah berhasil mendapatkan tanah yang rencananya akan digunakan sebagai perkampungan Muhammadiyah, yang lokasinya dekat dengan kota. Disediakan pula tanah di perkampungan itu, seluas 15X20 m, bagi anggota Muhammadiyah yang tertarik.
Sebuah poliklinik juga rencananya dibangun di sana. Untuk mengamankan aset Muhammadiyah tersebut, didirikan pula satu kompi KOKAM. Kepalanya ialah Drs Waleleh.
Pascareda urusan pemberantasan PKI, fungsi KOKAM juga lebih banyak bersifat internal (menjaga aset-aset Muhammadiyah) dan seremonial (latihan baris berbaris dan pawai keliling kota). KOKAM Sulut, berpusat di Manado, contohnya, mendapatkan bantuan dari pihak militer setempat, terutama Panglima Kodam XIII Merdeka/Pepelrada Sulut, Brigjen Sudarmono.
KOKAM Sulut pada September 1966 berlatih militer Angkatan I untuk 1 Batalion KOKAM Sulut. Mereka berlatih di lapangan Sarie, Manado.
Dalam “amanat gemblengan”-nya, Pangdam meminta agar warga Muhammadiyah khususnya di Sulut tetap siaga menghadapi bahaya pendukung G 30 S/PKI. Peserta latihan militer ini ialah Pemuda Muhammadiyah, IPM dan IMM Kotamadya Manado.
Seusai upacara, mereka mengadakan pawai keliling kota Manado. Ribuan orang ambil bagian, dengan sebagain besar merupakan warga Muhammadiyah. Meriahnya pawai ini tampak pula dari organisasi lain yang turut berpartisipasi dalam pawai akbar tersebut: Angkatan Kepolisian, Pemuda Al Chairat, serta Pemuda Wil Arab.
Dari uraian di atas, jelas untuk memahami perlawanan KOKAM terhadap kaum komunis diperlukan pemahaman atas prakondisi yang melatarbelakangi kelahirannya, yakni berbagai macam tindakan kekerasan, baik verbal maupun fisik, yang ditujukan kepada kelompok-kelompok Islam, khususnya Muhammadiyah. Pecahnya G 30 S dengan PKI dan loyalisnya sebagai salah satu pelaku utamanya memberikan jalan pada munculnya KOKAM sebagai tameng bagi Muhammadiyah menghadapi serangan lanjutan kaum komunis.
Selain itu, perlu dipahami juga bahwa meski KOKAM adalah badan “ad hoc” untuk melawan komunis, namun fungsinya rupanya jauh melampaui perlawanan terhadap komunis semata, karena mereka juga berfungsi sebagai penjaga keamanan bagi aset Muhammadiyah serta kekuatan penekan melalui berbagai aksi show of force. KOKAM merepresentasikan suatu masa di mana terjalin hubungan yang erat dan kerja sama yang kuat antara pemerintah, alat keamanan negara (tentara dan polisi) serta aktor non-negara, dalam hal ini Muhammadiyah, dalam menghadapi suatu musuh bersama. (Habis)
Sumber: Majalah SM Edisi 20-21 Tahun 2016