Senin 05 Oct 2020 10:04 WIB

Perkara yang Dikhawatirkan Rasulullah Saat Umatnya Beribadah

Terdapat perkara yang dikhawatirkan Rasulullah SAW saat umatnya beribadah.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Terdapat perkara yang dikhawatirkan Rasulullah SAW saat umatnya beribadah. Ilustrasi umat Islam ibadah.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdapat perkara yang dikhawatirkan Rasulullah SAW saat umatnya beribadah. Ilustrasi umat Islam ibadah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pada suatu kesempatan Rasulullah menyampaikan pesan kepada para sahabatnya tentang kekhawatirannya. 

Kekhawatiran Rasulullah terhadap umatnya ini disampaikannya melalui hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad berikut ini: 

Baca Juga

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ الرِّيَاءُ  “Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, yaitu riya’.” (HR Ahmad). 

Maka dari itu hati-hatilah dengan syirik kecil, yaitu riya.  Karena riya ini akan merusak amal yang telah kita kerja. Melihat isi hadits tersebut, Pimpinan Majelis Talim dan Zikir Baitul Muhibin, Abdurrahman Asad Al-Habsyi, mengatakan menyembunyikan amal adalah cara paling efektif agar amal saleh yang kita lakukan dapat terhindar dari riya. 

"Ibadah yang dilakukan di tempat yang jauh dari pandangan manusia, hanya kita dan Allah SWT saja, akan menjadikan hati lebih tenang dan tidak sibuk mengharap penilaian manusia," katanya melalui pesan hikmahnya, Senin (5/10).

Habib menyampaikan, untuk tidak disalahfahami, persoalan riya tidak terletak pada persoalan mendapatkan kedudukan itu sendiri, atau melakukan perbuatan baik itu sendiri, melainkan  terletak pada adanya motif 'halus', terselubung untuk mencari kedudukan (dilihat, dipuji, disanjung dan lain-lain) dalam melakukan suatu perbuatan. 

Seorang Nabi adalah orang yang terpandang di penjuru dunia, namun beliau tidaklah riya, karena beliau tidak mengejar status terpandang selama hidupnya. Seluruh kehidupannya diperuntukkan hanya untuk pengabdian kepada Allah. "Kemasyhuran beliau merupakan kemasyhuran sebagai buah anugrah Allah atas pengabdiannya," katanya.

Menurut Habib, seseorang yang tertambat riya biasanya adalah mereka yang mengupayakan kebaikan, menahan syahwatnya dari perbuatan-perbuatan buruk, bertutur baik, beribadah dengan rajin, berupaya melakukan 1001 kebaikan, namun dia tidak menyadari tumbuhnya suatu kebanggan 'halus akan upayanya dalam hal-hal tersebut. "Jika suatu amalan terkotori riya dari asal niatnya maka batallah amalan tersebut," katanya.

Namun bila asal amalannya karena Allah kemudian perasaaan riya muncul ditengah-tengah amalannya, apabila dia berusaha menolaknya maka hal itu tidak membahayakan, tetapi bila dia malah senang dengan riya maka ulama berselisih akan hukumnya. 

Imam Ahmad dan Ibnu Jarir ath-Thabari menguatkan pendapat bahwa amalannya tidak terhapus, dia akan dibalas sesuai dengan niatnya yang pertama tadi. Pendapat ini diriwayatkan dari Hasan al-Basri dan selainnya.

Bila seorang beramal ikhlas karena Allah, kemudian Allah memberikan rasa cinta dan pujian manusia hingga manusia memujinya dan diapun senang akan karunia dan rahmat-Nya kemudian bergembira maka hal tersebut tidak membahayakan dan sah-sah saja.  

عن أبي ذر - رضي الله عنه - قال: قيل لرسول الله - صلى الله عليه وسلم -: أرأيت الرجل يعمل العمل من الخير، ويَحمَده الناس عليه؟ قال: تلك عاجل بُشرى المؤمن   

Dasarnya adalah  hadits Abu Dzar RA bahwasanya Nabi SAW pernah ditanya tentang seorang yang beramal karena Allah kemudian manusia memujinya. Rasulullah SAW menjawab: "Itu adalah berita gembira seorang mukmin yang didahulukan." (HR Muslim 2642, Jami'ul Ulum wal Hikam: 1/79-84). 

Tentang bahaya riya pernah ditegaskan Rasulullah pada hadits Dari Muadz bin Jabal RA Nabi SAW bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ يَقُومُ فِي الدُّنْيَا مَقَامَ سُمْعَةٍ وَرِيَاءٍ الا سمع الله بِهِ على رُؤُوس الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Tidaklah seorang hamba didunia ini mengerjakan sumah dan riya melainkan Allah akan membeberkan aib riya dan sum'ahnya dihadapan seluruh manusia pada hari kiamat."(HR al-Hakim 4/127, ath-Thabarani 2803).

Sebagai terapi agar tidak berada pada kubangan riya maka ingatlah firman Allah dala QS al-Kahfi 110: 

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا "Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah dia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya."

Beribadah dengan cara ini hanya mampu dilakukan oleh orang-orang jujur dalam keimanannya. Dia adalah bukti keimanan dan kecintaan mereka yang sangat dalam kepada Allah. Dan Nabi pun berpesan: 

أفْضَلُ النّاسِ عِنْدَ اللّهِ مَنْزِلَةً وَأَقْرَبُهُمْ مِنَ اللّهِ وَسيلَةً الْمُحْسِنُ يُكَفَّرُ إحْسانُهُ؛ بحارالأنوار ۷۵/۴۴/۱

 "Manusia yang paling utama kedudukannya di sisi Allah dan paling dekat hubungannya dengan Allah adalah Orang yang berbuat baik yang menutupi kebaikannya".  Semoga kita semua terhindar dari jeratan riya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement