REPUBLIKA.CO.ID, Seyyed Hossein Nasr adalah salah satu pengkritik modernisme dan sains Barat modern. Ada lima analisis kritis Nasr terhadap sains Barat modern.
Yaitu pertama tidak ada jejak Tuhan di alam raya. Pandangan sekuler tentang alam semesta yang melihat tidak ada jejak Tuhan (vestigia Dei) di dalam keteraturan alam terutama dalam kosmologi Kristen. Alam bukan lagi sebagai ayat-ayat Allah, tetapi entitas yang berdiri sendiri. Kedua, alam bersifat mekanistis.
Alam raya atau kosmos digambarkan secara mekanistis (sebab-akibat) bagaikan mesin dan jam. Alam menjadi sesuatu yang bisa ditentukan dan diprediksikan secara mutlak yang menggiring kepada munculnya masyarakat industri modern dan kapitalisme.
Alam diibaratkan sebuah mesin atau jam yang jika sudah dinyalakan penciptanya maka mesin atau jam tersebut berjalan dengan sendirinya sampai mati. Tuhan adalah watch maker, sang pembuat jam. Ketika jam sudah jadi dan berjalan maka menurut sains Barat modern, Tuhan tidak ikut serta di dalamnya.
Ketiga, rasionalisme dan empirisisme. Sasaran kritik Nasr lainnya adalah paham rasionalisme dan empirisisme yang mendasar aktivitas sains Barat modern. Dalam Islam, rasio, dan metode penelitian empiris induktif deduktif juga dipakai.
Namun, sains Barat modern tidak mengakui selain itu. Sedangkan dalam Islam, sesuai dengan objek ontologi sains, di luar yang empiris dan rasional ada hal lain yang bisa diterima sebagai ilmu.
Keempat, dualisme Descartes. Nasr mengkritik landasan rasionalisme dalam sains Barat modern yang mengandaikan sebelumnya pemisahan antara rescogitans dan resextensa, antara subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui.
Landasan ini biasa disebut dengan dualisme, yaitu pemisahan akal sebagai substansi yang berfikir (substance that think) dan materi sebagai substansi yang menempati ruang (exten ded substance).
Kelima, eksploitasi alam sebagai sumber kekuatan dan dominasi. Kemajuan sains modern telah dipakai kaum kapitalis untuk mengekspoitasi alam dan menjadikannya kekuatan ekonomi. Kritik Nasr yang keras dalam hal kerusakan manusia dan lingkungan ini membuat Nasr juga dikenal sebagai seorang environmentalis.
Nasr memandang, selain terhadap sains, desakralisasi juga terjadi terhadap filsafat, kosmos, bahasa, dan agama. Oleh karena itu, Nasr menolak sains Barat modern yang relativistik, positivistik, dan rasionalistik. Sebagai gantinya, Nasr menyarankan solusi berupa konsep tradisionalisasi sains atau sains sakral (scientia sacra).