REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ilmuwan mencari cara untuk mendiagnosis penyakit melalui suara. Perusahaan analisis suara yang berbasis di Israel dan Amerika Serikat (AS) bernama Vocalis selama ini dikenal karena membuat aplikasi ponsel yang dapat mendeteksi penyakit paru obstruktif kronik dengan mendengarkan tanda-tanda bahwa pengguna sesak napas saat berbicara.
Kali ini, perusahaan berencana melakukan hal yang sama terhadap infeksi virus corona jenis baru (COVID-19) yang sedang menjadi pandemi di dunia. Orang-orang yang dites positif COVID-19 dapat berpartisipasi hanya dengan mengunduh aplikasi penelitian Vocalis.
Sekali sehari, mereka membuka aplikasi dan berbicara ke ponsel mereka, mendeskripsikan gambar dengan lantang dan menghitung dari 50 hingga 70. Dari sana, rekaman mulai diproses dengan sistem pembelajaran mesin, bersama dengan suara orang-orang yang dites negatif untuk penyakit tersebut. Ini menjadi upaya untuk mengidentifikasi cetak suara untuk penyakit tersebut.
Beberapa bulan lalu, Vocalis memiliki lebih dari 1.500 sampel suara dan versi percontohan alat skrining COVID-19 digital. Alat tersebut, yang saat ini sedang diuji oleh perusahaan di seluruh dunia, tidak dimaksudkan untuk memberikan diagnosis pasti.
Alat itu untuk membantu dokter melakukan triase kasus potensial, mengidentifikasi orang yang mungkin paling membutuhkan pengujian, karantina, atau perawatan medis secara langsung.
“Bisakah kami membantu dengan algoritme AI kami?Ini tidak invasif, ini bukan obat, kami tidak mengubah apapun, perlu Anda lakukan hanyalah berbicara,” ujar Tal Wenderow, presiden dan kepala eksekutif Vocalis, dilansir Nature, Senin (5/10).
Vocalis bukan satu-satunya yang berlomba untuk menemukan biomarker vokal COVID-19. Setidaknya ada tiga kelompok penelitian lain sedang mengerjakan proyek serupa. Tim lain sedang menganalisis rekaman audio batuk COVID-19 dan mengembangkan algoritme analisis suara yang dirancang untuk mendeteksi ketika seseorang mengenakan masker.