REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 tak menghalangi PT Indonesian Air & Marine Supply (AIRIN) untuk melakukan gebrakan bisnis dan membantu sektor usaha lain di Tanah Air agar tetap bergerak. Meski sektor industri logisti, berdasarkan survei Badan Pusat Statitsik (BPS), pada kuartal II 2020 tercatat mengalami penurunan paling tajam atau minus 29,22 persen, AIRIN melakukan sejumlah inovasi layanan kepada perusahaan khususnya di bidang logistik dan pergudangan.
Terbaru, manajemen PT AIRIN memberikan solusi kepada BUMN lain yakni PT Barata Indonesia (Persero) untuk membantu menurunkan biaya logistik yang selama ini nilainya cukup besar.
“Alhamdulillah PT AIRIN memberikan solusi bersama PT Pelindo untuk mengurangi biaya demurrage (biaya kelebihan waktu berlabuh) barang PT Barata yang cukup tinggi, hampir Rp 300 miliar. Ke depannya, itu diharapkan tidak ada lagi, makanya AIRIN mengusulkan dengan bisnis atau regulasi pemerintah setempat untuk memanfaatkan Pusat Logistik Berikat (PLB). PT Barata menyambut baik dengan pengurusan berikat logistik ini,” kata Direktur Utama PT AIRIN Rudolf Valintino Bey saat menjadi pembicara Seminar Nasional Manajemen 5 (Senima) yang diadakan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) secara online, Senin (5/10).
Webinar ini menghadirkan pembicara lain yakni Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani dan Prof Dr Augusty Tae Ferdinand, guru besar manajemen pemasaran dari Universitas Diponegoro. Acara tahunan ini dihadiri Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Kejuruan dan Vokasi Industri BPSDMI Kemenperin Iken Retnowulan yang juga memberikan keynote speech dalam webinar tersebut.
Terobosan tersebut, kata Rudolf, mampu menghemat 70 persen biaya storage yang dilakukan PT Barata, sedangkan PT AIRIN mendapat keuntungan dari PLB. Dari sisi regulasi, kata dia, pemanfaatan PLB juga tidak menyalahi aturan karena sudah ada ketentuan dari Kementerian Keuangan khususnya Dirjen Bea dan Cukai.
“Dengan BUMN, kami sudah lakukan beberapa minggu ini. Alhamdulillah sampai hari ini kita sudah mencapai 30 persen dari pendapatan PLB tersebut dilakukan oleh PT AIRIN,” ujar dia dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Menurut Rudolf, PLB merupakan bisnis yang sangat menarik. Bisnis ini membantu pemilik barang untuk menunda pembayaran pajak sampai barang tersebut digunakan oleh user. “Layanan tersebut juga memudahkan pelaku usaha karena bisa mengurangi biaya logistic,” ujarnya.
Dari pihak pemerintah juga diuntungkan dengan adanya penundaan pajak ini karena akan meningkatkan kinerja impor terutama di pelabuhan-pelabuhan yang dikelola Pelindo I-IV.
“Pihak pelabuhan juga diuntungkan dengan regulasi ini, karena di situ ada pendapatan storage, pendapatan dari angkutannya, kemudian dari logistik terkait penumpukan barang yang ada di pelabuhan Tanjung Priok,” ujar Rudolf yang ditunjuk menjadi direktur utama AIRIN pada tahun 2015.
PT AIRIN merupakan anak perusahaan PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (DKB), BUMN yang bergerak di bidang galangan kapal. Bidang usaha perusahaan ini antara lain pergudangan dan depo kontainer ekspor-impor yang berada dalam pengawasan pabean atau Bea Cukai, serta memiliki Badan Usaha Pelabuhan (BUP).
PT AIRIN menjalin kerja sama strategis dengan Pelindo, PLN, Semen Indonesia, perusahaan pelayaran internasional, New Port Car Terminal 1, PT Mustika Alam Lestari, JICT (Jakarta International Container Terminal) dan Terminal Petikemas Koja (Hutchinson).
“Kami manajemen baru masuk 2015, saat itu AIRIN masih merugi. Alhamdulillah, dalam tiga tahun terakhir kinerja perusahaan meningkat pesat dan membukukan pendapatan dan laba yang signifikan. Pendapatan naik 374 persen, laba kami juga naik hampir 1.000 persen atau 941 persen dari sebelumnya rugi di masa manajemen lama,” tutur Rudolf.
Tingkat kinerja PT AIRIN juga meningkat dari BB- atau kurang sehat (2015) menjadi AA atau sehat (2016-2018) berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN.
Sejumlah terobosan yang dilakukan manajemen baru AIRIN dalam meningkatkan pendapatan dan laba antara lain pertama, mengusulkan dan mendorong terbitnya Peraturan Menteri Perhubungan No 117 Tahun 2015 tentang Pindah Lokasi Penumpukan (PLP), yakni pemindahan barang yang melewati batas waktu penumpukan (long stay) di Pelabuhan Tanjung Priok.
Selain itu, manajemen juga berupaya meningkatkan jaringan secara B to B melalui berbagai asosiasi bisnis di antaranya Kadin Indonesia dan sosialisasi dengan Pengusaha Penyedia Depo Petikemas, Pergudangan, Lapangan Penumpukan Petikemas (APTESINDO), Asosiasi Logistik dan Forwarding Indonesia (ALFI), dan Gabungan Importir Seluruh Indonesia (GINSI).
“Kami juga menerapkan teknologi digital antara lain DO Online, auto gate, warehouse management system, single billing dan easy go,” ujar Rudolf.
Menurut dia, layanan PT AIRIN selama ini juga berperan strategis dalam mendukung logistik nasional. Pertama, kelancaran arus barang (tol laut) di area pelabuhan menjadi maksimal, karena mengurai crowded-nya penumpukan kontainer di area pelabuhan.
Ini dilakukan antara lain dengan penggunaan aplikasi dan teknologi IT di area PT AIRIN, memperlancar arus barang (kontainer) dari pelabuhan ke tujuan pengiriman, termasuk ke wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Kelancaran arus barang juga didukung oleh upaya koordinasi dengan aparat terkait untuk memperlancar transportasi kontainer, ke dan dari PT AIRIN.
“Kami juga membantu menurunkan dwelling time bongkar muat di pelabuhan melalui peningkatan kecepatan pelayanan pelanggan,” kata Rudolf.
Upaya lainnya adalah optimalisasi lahan nonproduktif milik induk perusahaan untuk mendukung Sistem Logistik nasional dan Tol Laut. Ini dilakukan di Logistik Center Batam, Pusat Logistik Berikat (PLB) di Cikampek. Selain itu pengembangan dan pemanfaatan izin BUP.
Sementara itu, Rosan P Roeslani dalam webinar tersebut mengakui bahwa tekanan terhadap industri logistik sangat besar karena movement atau perpindahan orang dibatasi selama pandemi Covid-19, termasuk juga perpindahan barang akibat melemahnya demand.
“Supply-demand sekarang memang terkena dampak pandemi, tapi untuk faktor demand ini lebih sulit karena itu terpengaruh pada rasa nyaman, rasa keamanan, dan kesehatan,” tutur Rosan.
Selama ekonomi tidak tertangani dengan baik, kata Rosan, kondisi ini akan terus menjadi satu tantangan bagi dunia usaha. Banyak perusahaan saat ini lebih memilih untuk menjaga likuiditas dan cash flow. Agar bisa bertahan, pelaku bisnis sekarang harus lebih banyak kreasi dan mendorong digitalisasi.
Sementara itu, Prof Dr Augusty Tae Ferdinand, dalam webinar tersebut banyak memaparkan soal penelitian manajemen untuk publikasi ilmiah di masa pandemi.