REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim prihatin atas bertahannya pasal yang menjadi payung hukum kapitalisasi pendidikan dalam Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (UU Ciptaker). Awalnya padahal klaster pendidikan diumumkan akan dicabut dari UU Ciptaker.
Satriwan menyebut muncul kekhawatiran bahwa pendidikan makin dikomersialisasikan melalui UU ini. Apalagi setelah membaca draft final UU yang sudah disahkan DPR ini, ternyata masih ada Pasal yang memberi jalan luas kepada praktik komersialisasi pendidikan.
"Ini menjadi bukti bahwa anggota DPR sedang melakukan prank (penipuan) terhadap dunia pendidikan termasuk pegiat pendidikan. Sebelumnya dengan pedenya mereka mengatakan klaster pendidikan telah dicabut dari RUU ini, ternyata sebaliknya," kata Satriwan dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (6/10).
Satriwan mengatakan pendidikan sebagai aktivitas usaha bermuatan ekonomis tentu mengkhianati nilai Pancasila khususnya sila II dan V. Sebab pendidikan semakin berbiaya mahal yang akan meminggirkan anak-anak miskin. Alhasil tujuan pendidikan untuk memanusiakan manusia tidak akan pernah terjadi.
"Yang muncul adalah pendidikan bukan lagi sebagai aktivitas peradaban, melainkan semata-mata aktivitas mencari untung atau laba. Begitu pula prinsip keadilan dalam pendidikan, hanya akan jadi utopia, sebab pendidikan yang dikomersialisasikan menjadi pintu masuk ketidakadilan," ujar Satriwan.
Kemudian UU Ciptaker juga mengkhianati jiwa UUD 1945, khususnya Pembukaan UUD 1945 alinea IV; Pasal 28C ayat 1; dan Pasal 31 ayat 1. Aturan itu menjelaskan mendapatkan pendidikan merupakan hak dasar warga negara. "Sekarang bagaimana semua warga negara berhak mendapatkan pendidikan, ketika pendidikan menjadi mahal dan menjadi sebuah aktivitas ekonomi, menjadi sebuah kegiatan berusaha," sebut Satriwan.
Diketahui, UU Ciptaker menjadi jalan masuk kapitalisasi pendidikan. Dalam Pasal 26 yang memasukkan entitas Pendidikan sebagai sebuah kegiatan usaha; kemudian pasal 65 menjelaskan "Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU ini." Ayat 2 nya mengatakan, "Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan diatur dengan Peraturan Pemerintah".
Kemudian Pasal 1 (4) dalam UU ini, yang dimaksud "Perizinan Berusaha" adalah legalitas yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. Ini berarti pendidikan direduksi menjadi aktivitas industri dan ekonomi.