REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong lembaga jasa keuangan (LJK) baik bank maupun non bank untuk menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada para pelaku usaha mikro dan kecil sebesar Rp 2,8 triliun. Penyaluran kredit tersebut dilakukan selama bulan inklusi ini yakni 1 hingga 31 Oktober 2020.
Deputi Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito mengatakan sejak 2016 OJK bersama kementerian dan lembaga jasa keuangan telah menginisiasi Oktober sebagai bulan inklusi keuangan. Adapun fokus tahun ini untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional (PEN) dalam rangka meningkatkan pemahaman produk dan layanan, serta akselerasi jumlah rekening atau penyaluran kredit.
“Selama bulan inklusi, lembaga jasa keuangan didorong pemberian kredit atau pembiayaan usaha mikro dan kecil sebesar Rp 2,8 triliun dan program kredit melawan rentenir dengan tim percepatan daerah," ujarnya kepada wartawan, Selasa (6/10).
Menurutnya komitmen dari stakeholder dapat terus meningkatkan tingkat inklusi keuangan, pada 2019 indeks inklusi Indonesia 76,2 persen. Maka itu, OJK juga membuat program satu rekening satu pelajar (Kejar) bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
"OJK bersama Kemendikbud meluncurkan 1 rekening 1 pelajar sesuai Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2019, selama tahun ini ditargetkan pembukaan rekening pelajar sebanyak 500 ribu rekening. Sebagai partisipasi dalam literasi diluncurkan buku PAUD bergambar seri literasi keuangan," ucapnya.
Sementara Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir menambahkan inklusi keuangan memiliki peranan penting bagi perekonomian. Maka itu untuk mendukung inklusi, perlu didorong kredit modal kerja bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), sehingga usahanya meningkat.
"Percepat inklusi dengan mempercepat akselerasi kredit modal kerja ke UMKM untuk meningkatkan usahanya. Salah satunya kepada UMKM dengan banpres tunai sebesar Rp 2,4 juta kepada 12 juta pelaku UMKM dan ditingkatkan ke 15 juta pelaku UMKM," ucapnya.
Menurutnya banpres tunai dan penyaluran kredit ultra mikro dan kredit usaha rakyat (KUR) super mikro dengan plafon sampai Rp 10 juta dengan bunga nol persen sampai akhir tahun untuk ibu rumah tangga dan masyarakat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) juga merupakan salah satu upaya mempercepat inklusi keuangan.
"Percepatan inklusi tidak berhenti sampai di sini, pemerintah juga memberikan subsidi UMKM dan KUR, jadi bunga 0 persen untuk KUR sampai akhir tahun ini. OJK juga bantu UMKM dengan restrukturisasi akibat Covid dengan relaksasi POJK 11, angka inklusi diharapkan meningkat," ucapnya.
Iskandar menyebut tingkat inklusi keuangan Indonesia masih di bawah negara-negara lain, yakni 76,2 persen pada akhir 2019. Artinya masih di bawah Tiongkok dan India yang inklusinya sudah 80 persen, serta di ASEAN, Malaysia sudah 85 persen, Thailand 82 persen.
Anggota Dewan Komisioner OJK Tirta Segara menambahkan inklusi keuangan memiliki peran penting dan strategis yang diharapkan dapat menjadi solusi jitu untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19. Dia juga menyebut inklusi keuangan diyakini sejalan dan berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi, inklusi keuangan juga penting untuk mendorong pemulihan ekonomi, serta berperan pada stabilitas ekonomi.
"Tingkat inklusi keuangan 2019 76,2 persen, tapi belum merata, sebab akses keuangan di perkotaan 83,6 persen masih lebih tinggi dari pedesaan 68,5 persen. Sementara itu, bapak presiden sebagaimana arahannya telah menetapkan pencapaian target 90 persen inklusi pada 2024," ucapnya.