REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati, menilai, pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) sebagai penanda investasi yang mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) di kawasan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil akan semakin masif ditemui di lapangan. Itu karena investor mendapatkan kemudahan investasi tanpa harus adanya persyaratan sosial, ekologis, dan budaya.
“Bagi kawasan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil, UU ini adalah ancaman yang sangat besar, di mana investor mendapatkan kemudahan investasi tanpa harus adanya persyaratan sosial, ekologis, dan budaya. Dampaknya, kehancuran bagi kawasan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil akan semakin masif terjadi,” ujar Susan melalui keterangan tertulis, Selasa (6/10).
Dia menerangkan, dalam catatan KIARA, UU Ciptaker akan menghancurkan keberlanjutan ekosistem di kawasan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil. Pada saat yang sama, kata Susan, masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut harus menghadapi ancaman penggusuran dan kehilangan ruang hidup.
“UU Cipta Kerja akan terus menggusur ruang hidup nelayan dan masyarakat pesisir atau masyarakat bahari lainnya. Ini adalah perampokan terhadap kedaulatan masyarakat bahari,” ujar Susan.
Kemudian, lebih jauh lagi, KIARA mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus melakukan penolakan serta perlawanan terhadap UU Ciptaker. Peraturan tersebut dia nilai jelas-jelas hanya akan menguntungkan investor, baik domestik maupun asing.
“Kami mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berjuang menolak dan melawan UU Cipta Kerja yang akan menzalimi hak-hak masyarakat, khususya masyarakat bahari,” kata dia.
Menurut dia, UU itu dalam pembahasannya sangat tidak transparan karena tidak melibatkan masyarakat yang akan terdampak, khususnya masyarakat pesisir atau masyarakat bahari Indonesia. Dengan kata lain, tak ada transparansi dan partisipasi publik dalam perumusannya, bahkan tak jarang UU itu dibahas secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh publik.