Selasa 06 Oct 2020 16:24 WIB

UU Cipta Kerja Mengulang Catatan Buruk Proses Legislasi

Pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja dinilai tak lazim dalam proses waktu yang singkat.

Red: Andri Saubani
DPR menggelar rapat paripurna Masa Sidang IV dan pengambilan keputusan tingkat II RUU Cipta Kerja, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10). (ilustrasi)
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
DPR menggelar rapat paripurna Masa Sidang IV dan pengambilan keputusan tingkat II RUU Cipta Kerja, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/10). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Wahyu Suryana, Dian Fath Risalah, Nawir Arsyad Akbar, Adinda Pryanka, Antara

Pembahasan hingga pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja hingga menjadi undang-undang dinilai mengulang catatan buruk proses legilasi di Indonesia. Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) mengungkapkan kekecewaan atas pengesahan UU Cipta Kerja (Ciptaker).

Baca Juga

"Catatan buruk dalam proses legislasi terulang dengan adanya pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020," kata Direktur PSHK UII, Allan Fatchan Gani Wardhana, melalui rilis yang diterima Republika, Selasa (6/10).

Ia mengingatkan, penyusunan RUU Omnibus Law Cipta Kerja sejak awal sampai pembahasan tidak mengajak masyarakat untuk berpartisipasi. Secara formil, Allan menilai, penyusunan RUU Ciptaker cacat formil karena penyusunan sampai pembahasan tidak melibatkan publik.