REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri menghormati putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menolak seluruh dalil gugatan Praperadilan Irjen Pol Napoleon Bonaparte atas status tersangkanya dalam kasus dugaan suap Red Notice terpidana Djoko Tjandra. Dengan adanya putusan itu, proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Bareskrim Polri selama ini sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"Tentunya Polri menghormati semua proses hukum yang sudah berjalan selama ini," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono dalam keterangan yang diterima Republika, Selasa (6/10).
Dikatakan Argo, dalam proses persidangan, tim Hukum Polri juga telah memaparkan sejumlah fakta. Di antaranya yang menyatakan bahwa Irjen Napoleon Bonaparte diduga telah menerima suap dari Djoko Tjandra terkait penghapusan Red Notice.
"Kami meyakini bahwa hakim telah mempertimbangkan seluruh fakta yang telah dipaparkan tim hukum dalam proses persidangan," ujar jenderal bintang dua ini.
Oleh sebab itu, Argo meminta, kepada seluruh pihak untuk menghormati apapun hasil dari ketukan palu majelis hakim. "Polri selalu memberikan hak kepada siapapun melakukan pembelaan dalam proses hukum yang berjalan. Namun, hakim telah memutuskan," kata dia.
Setelah putusan praperadilan, pihaknya menunggu Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dengan berkas penyidikan perkara tersebut. Mengingat, penyidik Bareskrim Polri telah melimpahkan tahap I usai diperbaiki.
"Berkas perkara keempat tersangka dalam kasus ini sudah kembali dilimpahkan usai diperbaiki. Jika dinyatakan P21 atau lengkap tentunya kami siap melakukan proses selanjutnya," kata dia.
Diketahui, hakim tunggal Suharno menolak seluruh permohonan gugatan praperadilan Irjen Napoleon Bonaparte terkait status tersangkanya dalam kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra. Dengan kata lain, penetapan status tersangka Irjen Napoleon Bonaparte oleh Bareskrim Polri dinyatakan sah.
"Menolak permohonan praperadilan untuk seluruhnya," kata Suharno di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam putusannya, Hakim berpandangan, bahwa penetapan status tersangka Napoleon Bonaparte telah memenuhi unsur pemenuhan dua alat bukti. Selain itu, proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Bareskrim Polri juga sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Dengan begitu, hakim memutuskan, membebankan semua biaya perkara kepada pemohon. "Membebankan biaya perkara senilai nihil. Tok," ujar Suharno.
Dalam perkara ini, Napoleon dijerat dengan Pasal 5 ayat (2), Pasal 11 , Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 KUHP.
Bareskrim Polri sendiri menetapkan Djoko Tjandra dalam dua perkara yang berbeda yakni, kasus dugaan pemalsuan surat jalan dan dugaan suap penghapusan Red Notice. Dalam kasus dugaan suap penghapusan red notice, Bareskrim juga menetapkan Tommy Sumardi dan Djoko Tjandra sebagai pemberi suap. Sedangkan tersangka yang disangka menerima suap adalah Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte.