REPUBLIKA.CO.ID, BISHKEK -- Presiden Kirgiztan Sooronbai Jeenbekov pada Selasa (6/10) menyebut aksi unjuk rasa dengan massa yang mengambil alih gedung pemerintahan sebagai upaya kekuatan politik untuk merebut kekuasaan secara ilegal.
Jeenbekov menyerukan kepada lawan politiknya untuk menghentikan protes massa, dan menyatakan ia telah memerintahkan pasukan keamanan untuk tidak menggunakan senjata api. Presiden juga menekankan kesiapannya atas pembatalan hasil pemilu parlemen.
Sementara itu, politisi oposisi dan mantan pejabat keamanan senior, Kursan Asanov, telah mengambil alih kekuasaan sebagai pelaksana tugas menteri dalam negeri, kata juru bicara kementerian pada Selasa. Perkembangan itu mengindikasikan bahwa Presiden Jeenbekov dapat kehilangan kendalinya atas negara itu.
Kepolisian telah diperintahkan untuk memastikan keamanan masyarakat dan mencegah bentrokan dan penjarahan di tengah aksi protes, menurut juru bicara tersebut. Ia menambahkan bahwa Menteri Dalam Negeri Kashkar Junushaliyev tidak datang ke kantor.
Sebelumnya, ribuan orang melakukan aksi protes pada Senin (5/10) untuk menentang hasil pemilu parlemen yang memenangkan dua partai, salah satunya yang dekat dengan Jeenbekov.
Massa sempat dibubarkan, tetapi hingga Selasa dini hari kembali dan berhasil mendobrak gedung pusat pemerintahan, yakni kantor presiden dan parlemen dan membakarnya, serta menduduki markas besar keamanan nasional. Media lokal melaporkan bahwa aksi protes juga mulai terjadi di sejumlah pusat provinsi, yang kebanyakan dari mereka merupakan anti pemerintah, sedangkan para pendukung presiden berkumpul di Kota Osh.
Sementara itu, Asylbek Jeenbekov, saudara presiden, menyerukan persatuan. Gubernur sejumlah provinsi telah mengundurkan diri dari jabatan mereka, demikian menurut laporan media. Kisruh itu menewaskan satu orang dan melukai 590 orang lainnya dalam semalam, menurut data pemerintah.