REPUBLIKA.CO.ID, BISHKEK -- Gelombang demonstrasi dan kerusuhan membekap Bishkek, Kirgizstan, pada Selasa (6/10). Aksi itu dipicu karena hasil pemilu parlemen yang dimenangkan dua partai besar di negara tersebut.
Para pengunjuk rasa yang mayoritas berpihak pada partai-partai oposisi itu menyerbu dan menggeruduk gedung parlemen serta kantor kepresidenan. Sekitar dua ribu orang menjebol gedung Komite Keamanan Nasional, kemudian membebaskan mantan presiden Almazbek Atambayev.
Adil Turdukuov, seorang aktivis dan sekutu Atambayev yang berpartisipasi dalam proses pembebasan mengatakan mantan presiden itu dibebaskan "tanpa kekuatan atau penggunaan senjata apa pun". Menurut dia, pejabat keamanan nasional tidak berusaha menghentikan pengunjuk rasa. "Mereka menyerah," ujarnya, dikutip laman Aljazirah.
Rekaman yang diunggah di media sosial menunjukkan Atambayev (64 tahun) menyapa para pendukungnya setelah dia meninggalkan penjara. Atambayev menjalani hukuman 11 tahun karena perannya dalam pembebasan ilegal bos mafia.
Atambayev pernah dekat dengan presiden Kirgizstan saat ini, yakni Sooronbay Jeenbekov. Namun mereka terlibat perselisihan tak lama setelah Jeenbekov memenangkan pemilihan presiden pada 2017. Kedua tokoh itu dipandang sebagai sekutu setiap Rusia. Posisi strategis mereka kemungkinan besar tidak terpengaruh meski terjadi kerusuhan.
Untuk meredakan kerusuhan, komisi pemilihan Kirgizstan telah membatalkan hasil pemilu. Jeenbekov meminta para pemimpin politik terkait menenangkan pendukungnya masing-masing. "Saya mendesak para pemimpin pemimpin partai politik untuk menenangkan pendukung mereka dan menjauhkan mereka dari tempat konsentrasi mereka. Saya menyerukan kepada semua rekan saya untuk menjaga perdamaian dan tidak menyerah pada seruan dari kekuatan provokatif," kata Jeenbekov dalam sebuah pernyataan yang dirilis di akun Facebook-nya.
Kendati situasi cukup rusuh, Jeenbekov mengatakan telah memerintahkan pasukan keamanan agar tidak melepaskan tembakan ke arah demonstran. Hal itu guna mencegah pertumpahan darah. "Saya menyerukan semua kekuatan untuk menempatkan nasib negara di atas ambisi politik dan kembali ke bidang hukum," ucapnya.
Menurut keterangan Kementerian Kesehatan Kirgizstan, bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa telah menyebabkan satu kematian dan 590 orang terluka. Belum diterangkan apakah korban meninggal itu berasal dari kalangan sipil atau aparat.