REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menilai, Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja membuka peluang pada peningkatan foreign direct investment (FDI)/ Penanaman Modal Asing (PMA) di sektor pertanian. Tapi, transfer teknologi dan pengetahuan harus dijalankan pekerja Indonesia dapat merasakannya.
Felippa mengatakan, peluang itu dilihat dari beberapa perubahan, termasuk penghapusan batasan PMA pada komoditas hortikultura dan perkebunan. Pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, PMA dibatasi 30 persen.
Felippa menuturkan, perubahan ini idealnya disikapi positif oleh para pelaku usaha dan pekerja pertanian di Indonesia. "Karena masuknya investasi akan membuka lapangan pekerjaan, kesempatan untuk mempelajari teknologi dan pengetahuan baru dan juga membuka peluang ekspor," tuturnya, dalam keterangan resmi yang diterima Republika, Selasa (6/10).
Selama ini, Felippa menyebutkan, investasi di sektor pertanian lebih restriktif dibandingkan sektor lainnya. Data Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menunjukkan, indeks keterbukaan Indonesia terhadap PMA berada di 0,345. Sementara itu indeks keterbukaan Indonesia terhadap investasi di sektor pertanian ada di 0,389 dengan skala 0 berarti terbuka hingga 1 adalah tertutup.
Tapi, Felippa menekankan, undangan investasi tersebut harus memastikan adanya proses transfer teknologi dan pengetahuan. Tujuannya, agar para pekerja Indonesia juga mendapatkan manfaat dari para investor. Investasi juga harus mengikuti ketentuan ketenagakerjaan yang berlaku, serta memastikan perlindungan lingkungan.
Selain itu, Felippa menambahkan, UU Omnibus Cipta Kerja juga akan mendorong usaha pengolahan hasil perkebunan melalui kemudahan akses bahan baku. Sebab, beleid ini menghapuskan ketentuan minimal 20 persen bahan baku dari kebun yang diusahakan sendiri. Pengurusan perizinan berusaha juga dipermudah lewat pemerintah pusat.
Adanya peluang untuk meningkatkan investasi di sektor pertanian diharapkan Felippa mampu berdampak positif pada kesejahteraan petani Indonesia dan peningkatan produksi pertanian domestik.
Sektor pertanian sendiri merupakan salah satu sektor yang tumbuh positif di masa pandemi Covid-19. Tapi, kesejahteraan petani dan efisiensi sektor pertanian di Tanah Air juga masih jauh dari harapan. "Masih perlu dilakukan berbagai upaya untuk membantu petani dalam meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan," kata Felippa.
Beberapa hal yang perlu dipastikan berjalan dengan masuknya investasi di sektor pertanian, antara lain, adanya pengembangan riset dan inovasi pertanian, transfer teknologi dan pengetahuan untuk mendukung modernisasi pertanian.
Apabila disertai dengan hal-hal itu, Felippa memperkirakan, sektor pertanian dapat menikmati peningkatan produktivitas, terutama pada komoditas bernilai tinggi. Selain itu, terjadi peningkatan kualitas seperti hasil panen kopi dan coklat.
Bahkan, apabila hasil panen disertifikasi, perluasan akses pasar bisa terjadi. Pasalnya, sertifikasi Good Agriculture Practice atau sistem tanam berkelanjutan diminati di pasar Eropa.
Felippa mencatat, berdasarkan data BKPM, PMA di sektor pertanian dan kehutanan pada 2018 sebesar Rp 24,5 triliun dan turun pada 2019 menjadi Rp 13,4 triliun. Pada semester pertama 2020, realisasinya sudah masuk Rp 9,8 triliun. Tapi, ia memproyeksikan, peningkatannya akan berjalan melambat karena pandemi Covid-19.