REPUBLIKA.CO.ID, YEREVAN -- Pejabat di Yerevan dan Stepanakert mengecam keras pernyataan Azerbaijan soal dugaan serangan oleh pihak Armenia terhadap pipa Baku-Tbilisi-Ceyhan. Juru bicara Kementerian Pertahanan Armenia Sushan Stepanyan membantah informasi tersebut.
Sementara itu, juru bicara Presiden Artsakh Vahram Poghosyan juga membantah keras informasi yang diduga soal operasi terhadap pipa Baku-Tbilisi-Ceyhan. Dia mengatakan bahwa Tentara Pertahanan tidak pernah menargetkan benda-benda non-militer.
"Kami hanya menargetkan objek militer, tapi pipa Baku–Tbilisi–Ceyhan bukanlah objek militer", kata Poghosyan seperti dikutip laman Armen Press, Rabu (6/10).
Dia juga menekankan bahwa ini adalah informasi yang salah. Menurutnya, Azerbaijan mencoba untuk menyesatkan masyarakat internasional. Dalam beberapa hari terakhir Azerbaijan secara besar-besaran dan sengaja menyerang kota-kota Artsakh, terutama ibu kota Stepanakert.
Sebelumnya, Azerbaijan mengklaim bahwa Pasukan Armenia dilaporkan melancarkan serangan rudal pada Selasa (6/10) di jalur pipa minyak Baku-Tbilisi-Ceyhan (BTC) di tengah konflik regional dengan Azerbaijan.
Seperti dilansir laman Anadolu Agency, jaksa Azerbaijan mengatakan, pasukan Armenia melakukan serangan, yang dicegah oleh tentara Azerbaijan, di saluran pipa di Yevlah sekitar jam 21.00 malam waktu setempat.
Pipa BTC mengirimkan minyak mentah ringan Azeri, terutama dari ladang Azeri-Chirag-Guneshli melalui Georgia ke pelabuhan Ceyhan di Mediterania Turki untuk diekspor melalui kapal tanker. Azerbaijan menggambarkan serangan itu sebagai "tindakan teroris" dan menyoroti peran penting pipa tersebut dalam keamanan energi Eropa.
Bentrokan yang sedang berlangsung dimulai 27 September, ketika pasukan Armenia menargetkan permukiman sipil Azerbaijan dan posisi militer di wilayah tersebut. Hubungan antara kedua bekas republik Soviet itu memang telah tegang sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Nagorno Karabakh, wilayah Azerbaijan yang diakui secara internasional.
Berbagai resolusi PBB, serta organisasi internasional, menuntut penarikan pasukan Armenia. OSCE Minsk Group yang diketuai bersama oleh Prancis, Rusia, dan AS dibentuk pada 1992 untuk menemukan solusi damai untuk konflik tersebut, tetapi tidak berhasil. Gencatan senjata, bagaimanapun, dicapai pada tahun 1994.