REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Donny Gahral Adian, menilai, aksi mogok kerja buruh di tengah pandemi berpotensi memicu perburukan ekonomi nasional. Menurutnya, jalur konstitusi adalah opsi terbaik yang perlu ditempuh para pekerja dalam mengadvokasi suara mereka yang tidak tertampung dalam UU Cipta Kerja.
"Kita sekarang sedang recovery (dari pandemi), dan sedang berusaha untuk bangkit. Ya saya kira semua pihak harus mendukung upaya pemerintah dalam mengembalikan perekonomian kita normal kembali," ujar Donny, Rabu (7/10).
Kendati begitu, Donny mengingatkan para pekerja dan buruh yang tetap turun ke jalan untuk ikut aksi massa agar tetap menjalankan protokol kesehatan. Ia mengingatkan agar aksi demonstrasi bisa berjalan tertib tanpa harus menjadi klaster penularan Covid-19. Bila klaster demonstrasi merebak, maka yang merugi adalah para buruh sendiri.
Sebelumnya, Satgas Penanganan Covid-19 juga menyampaikan pesan peringatan kepada seluruh pihak yang menyampaikan aspirasi melalui aksi unjuk rasa menentang pengesahan UU Cipta Kerja tetap menjalankan protokol kesehatan. Imbauan ini muncul setelah gelombang demonstrasi terus mengalir dan menciptakan kerumunan massa. Kondisi ini dikhawatirkan justru memunculkan klaster penularan Covid-19 baru, mengingat klaster industri sendiri sudah lebih dulu muncul.
Menyusul pengesahan UU Cipta Kerja pada Senin (5/10) lalu, gelombang aksi unjuk rasa terus terjadi di sejumlah daerah oleh para buruh dan pekerja. Aksi demonstrasi rencananya masih akan berlanjut sampai 8 Oktober 2020 mendatang.
"Setelah kemarin ratusan ribu bahkan hampir satu juta buruh keluar dari pabrik-pabrik untuk mengikuti mogok nasional, hari ini kami akan melanjutkan pemogokan tersebut," kata Presiden KSPI Said Iqbal kepada Republika, Rabu (7/10).
Berdasarkan catatan KSPI, aksi kemarin dilakukan di berbagai daerah industri seperti Serang, Cilegon, Tangerang, Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Cianjur, Bandung, Semarang, Surabaya, Pasuruan, Gresik, Mojokerto, Lampung, Medan, Deli Serdang, Batam, Banda Aceh, Banjarmasin, Gorontalo dan sebagainya.
Said membantah jika ada yang mengatakan apa yang dilakukan buruh adalah mogok kerja secara ilegal. Menurutnya, pemogokan ini dilakukan sebagai bentuk protes kaum buruh atas disahkannya RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
In Picture: Aksi Buruh Blokir Jalan di Kabupaten Bandung
Adapun, dasar hukum mogok nasional dilakukan sesuai dengan Undang-Undang (UU) No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No 21 Tahun 2000 khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.
“Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” kata dia.
Ia menambahkan aksi buruh dilakukan dengan tertib, damai dan tidak anarkistis. Aksi ini dilakukan semata-mata untuk meminta Pemerintah dan DPR RI membatalkan omnibus law karena di dalamnya ada persoalan mendasar seperti pengurangan pesangon, karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, UMSK dihilangkan, ada syarat khusus untuk penetapan UMK hingga potensi hilangnya jaminan kesehatan dan pensiun bagi penerapan kontrak dan outsourcing.
"Kami mengimbau agar buruh yang melakukan aksi tetap mengutamakan kesehatan agar tidak terpapar Covid-19 dengan tetap menggunakan masker di lokasi aksi dan menjaga jarak di antara massa aksi," kata dia.
Pada Selasa (6/10), Ketua Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Provinsi Banten, Dedi Sudrajat mengungkapkan, para buruh di Provinsi Banten menggelar aksi mogok kerja. Agenda inti dari aksi tersebut adalah menghentikan aktivitas produksi di sejumlah pabrik.
“Seluruh anggota kita yang ada di pabrik mematikan (aktivitas) produksi atau stop mesin, lalu keluar pabrik, dan kita berjemur di luar pabrik. Sebagian berjalan kaki ke jalan raya terdekat. Intinya adalah setop produksi hari ini,” kata Dedi saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (6/10).
Aksi tersebut berlangsung selama 10 jam, yakni sejak pukul 07.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Adapun, titik-titik lokasi aksi, kata Dedi, adalah di seluruh pabrik se-Provinsi Banten. Salah satu yang terbanyak adalah di Kota Tangerang yang memang merupakan kawasan industri dengan jumlah pabrik mencapai ribuan.
“Lokasi aksinya di pabrik masing-masing. Jumlah industrinya kalau di Kota Tangerang kan hampir 2.500 lebih pabrik. Dan tadi mereka melakukan itu bersama-sama semua,” terangnya.
In Picture: Aksi Penolakan UU Ciptakerja di Berbagai Kota