Kamis 08 Oct 2020 05:53 WIB

Insya Allah, Teguran Allah SWT pada Nabi Muhammad SAW

Ucapan 'Insya Allah' ternyata salah satu bentuk teguran kepada Nabi Muhammad SAW.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Esthi Maharani
Ilustrasi Rasulullah
Foto: Pixabay
Ilustrasi Rasulullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mendengar ungkapan 'Insya Allah' merupakan hal yang biasa bagi umat Muslim, termasuk Indonesia. Di balik maknanya yang berarti menyerahkan keputusan akhir di tangan Allah SWT, ucapan 'Insya Allah' ternyata salah satu bentuk teguran kepada Nabi Muhammad SAW.

Dalam buku Asbabun Nuzul karya KH Q Shaleh dkk (1995), dijelaskan riwayat mengenai asbabun nuzul atau sebab turunnya surah al-Kahfi ayat 23-24. Surah al-Kahfi ayat 23-24 memiliki arti, "Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut) Insya Allah".

Suatu ketika, kaum Quraisy mengutus an-Nadlr bin al-Harts dan Uqbah bin Abi Mu'ith untuk meminta saran dari seorang pendeta Yahudi di Yastrib. Orang-orang Quraisy mengakui, kaum Yahudi lebih cerdas daripada mereka dalam soal pengetahuan tentang Kitab.

Penugasan ini dilakukan untuk menanyakan kenabian Muhammad. Para pemuka Quraisy juga ingin agar pengetahuan yang diberi pendeta Yahudi dapat digunakan untuk mendebat Rasulullah SAW.

Pendeta Yahudi yang dimaksud lantas menyarankan suatu hal kepada dua utusan ini. Ia berkata, "Kalian hendaknya bertanya kepada Muhammad tentang tiga perkara. Jika Muhammad dapat menjawab tiga pertanyaan ini, maka sungguh ia adalah utusan Allah. Namun, jika tak dapat menjawabnya, ia hanyalah orang biasa yang mengaku-aku sebagai nabi".

Hal pertama yang ditanyakan adalah tentang pemuda-pemuda pada zaman dahulu yang bepergian dan apa yang terjadi kepada mereka. Kedua, tentang seorang pengembara yang sampai ke Masyriq (timur) dan Maghrib (barat) dan apa yang terjadi padanya. Ketiga, tentang roh.

Para utusan Quraisy itu pun pulang dengan perasaan lega. Sesampainya di Makkah, mereka melapor ke petinggi Quraisy. Tak butuh waktu lama, mereka menemui Nabi Muhammad SAW di dekat Ka'bah. Kepada beliau, mereka menanyakan ketiga persoalan yang dipesankan si pendeta Yahudi.

Mendengar tiga pertanyaan tersebut, Rasulullah SAW menjawab, "Aku akan menjawab pertanyaan kalian besok". Namun, waktu yang disebutkan telah lewat. Bahkan hingga lima belas malam lamanya, Rasulullah SAW masih menunggu datangnya wahyu yang dibawa malaikat Jibril, yang dapat menerangkan tiga pertanyaan itu.

Kaum musyrikin Makkah mulai mencemooh. Rasulullah sangat berduka dan malu karena tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada kaum Quraisy.

Hingga akhirnya, datanglah Malaikat Jibril membawa wahyu. Yakni, surah al-Kafhi ayat 23-24. Isi surah itu menegur Nabi SAW karena memastikan sesuatu pada esok hari tanpa mengucapkan "insya Allah."

Selanjutnya, malaikat Jibril juga menyampaikan wahyu yang dapat menjawab tiga pertanyaan yang diajukan oleh pendekat itu. Tentang pemuda-pemuda yang bepergian dijelaskan dalam Ashabul Kahfi (QS 18:9-26), tentang seorang pengembara, yakni Dzulqarnain (QS 18:83-101), dan perkara roh (QS 17:85).

Menurut pakar tafsir Alquran Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Kitab Jaami'ul Bayan, kisah asbabun nuzul di atas mengandung hikmah, "Inilah pengajaran Allah kepada Rasulullah SAW agar jangan memastikan suatu perkara akan terjadi tanpa halangan apa pun, kecuali menghubungkannya dengan kehendak Allah SWT".

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement