REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyampaikan modus-modus penyalahgunaan kewenangan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Menurutnya, penyalahgunaan kewenangan ini umumnya dilakukan oleh calon pejawat atau petahana kepala daerah, calon dari unsur birokrat, serta calon dari partai politik pemenang pemilu di daerah setempat.
"Bisa saja terjadi tentang baik dalam penyusunan kebutuhan bantuan sosial, penyusunan anggaran dan APBD, itu biasanya ada saja yang terjadi penyimpangan," ujar Firli dalam kampanye virtual gerakan netralitas ASN, Rabu (7/10).
Firli menjelaskan, suasana sekarang ialah fokus penanganan Covid-19. Menurutnya, bisa saja terjadi penyimpangan dalam penyusunan anggaran, baik itu bantuan sosial (bansos), SILPA APBD, maupun APBD perubahan.
Dalam penyusunan itu, kepala daerah tak sendiri, melainkan para pihak seperti legislatif dan para kepala dinas juga terlibat. Penyimpangan yang dimaksud dapat berupa peningkatan alokasi dana bansos.
Penyaluran dana bansos hanya dilakukan kepada kroni dan konstituen calon kepala daerah yang bersangkutan. Firli mengimbau setiap pihak dalam penyusunan anggaran tidak menerima janji, timbal balik, uang ketuk palu, serta hadiah atau gratifikasi, termasuk dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
"Apalagi seandainya calon petahana itu mulai tuh kepala dinas dikumpulkan, 'Anda masih mendukung saya atau tidak'. Tidak boleh ada pergantian sekarang, dan setelah dilantik pun tidak boleh ada pergantian," kata Firli.
Modus lainnya, aparatur sipil negara (ASN) kerap disuruh mendukung calon kepala daerah tertentu. Firli mengingatkan setiap pihak tidak mengintimidasi para ASN agar memilih calon tertentu.
Kemudian, sering juga terjadi modus penyalahgunaan fasilitas negara. Dalam rangka pemenangan pilkada, calon pejawat kepala daerah dilarang menggunakan fasilitas kantor mulai dari kendaraan dinas termasuk BBM-nya hingga uang bansos disalahgunakan untuk menarik masyarakat agar memilih dirinya.
Ada juga modus yang harus diwaspadai saat pilkada yakni penyalahgunaan kewenangan mengeluarkan izin pengelolaan sumber daya alam, mutasi, dan sebagainya. Menurut Firli, kemungkinan terjadi negosiasi antarpihak agar mempercepat penerbitan izin.
"Ada sistem kebut kejar setoran, percepat keluarkan izinnya, ada terjadi negosiasi di situ," kata Firli.