REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bruce Lee pernah bertekad untuk membuat kesan tak terlupakan di Hollywood. Variety melaporkan, Lee pernah menulis surat pada Ted Ashley, bos Warner Bros tentang keinginannya membuat film aksi.
Siapa sangka, filmEnter the Dragon sukses besar dan meraup lebih dari 350 juta dolar AS (sekitar Rp 5,1 triliun) di seluruh dunia, mengukuhkan status Lee sebagai ikon budaya pop. Film itu merupakan film terakhir Lee sebelum meninggal dunia pada usia 32 tahun.
Kesuksesan film Enter the Dragon membuat putri Bruce Lee, Shannon Lee, merilis buku baru berjudul Be Water, My Friend: The Teachings of Bruce Lee yang merinci filosofinya. Produser dan pengusaha berusia 51 tahun itu juga mengenang bagaimana ayahnya menghidupkan film ikoniknya, Enter the Dragon/pada 1973.
“Enter the Dragon adalah kesempatan impian yang menjadi kenyataan bagi ayahku, sebuah fitur Hollywood untuk dibintangi,” tulis Shannon seperti dikutip dari Fox News, Rabu (7/10).
Dalam buku tersebut Shanon menulis tentang perjuangan Bruce Lee membuat Ehter the Dragon. Rasisme bukan satu-satunya tantangan yang dihadapi sang ayah demi membuat Enter the Dragon.
Shannon mengatakan, naskah asli film itu sangat buruk, sehingga Lee ingin penulisnya dipecat saat dia mengerjalan ulang skenario. Namun, studio tidak mendengarkan ayahnya dan membiarkan penulisnya di Hong Kong hanya membuat perubahan kecil.
“Skrip asli ini tidak memiliki adegan ikonik yang ada saat ini. Tidak ada jari menunjuk bulan, tidak ada seni bertarung, tidak ada adegan filosofis dengan biksu yang membahas difat sebenarnya dari penguasa,” ujar dia.
Lee bersikeras Enter the Dragon mencerminkan seni dan budayanya secara akurat. Akibatnya, dia menulis naskah dan menyerahkan revisinya kepada produser.
Shannon mengatakan, ayahnya juga berselisih dengan studio, ketika harus mengganti nama film tersebut. Lee menulis banyak surat kepada Warner Brothers untuk mempertimbangkan perubahan judul menjadi Enter The Dragon.
“Ku pikir ini judul bagus karena Enter The Dragon menunjukkan kemunculan seorang yang berkualitas. Kualitas seseorang yang dia maksud, tentu saja adalah dirinya (Lee) sendiri,” kata dia.
Studio menyerah dan mengabulkan permintaan Lee. Kemudian, Lee berlatih tanpa lelah untuk film itu sambil terus mengerjakan naskah.
Pada hari pengambilan gambar, Lee menolak untuk datang ke lokasi syuting meskipun kru Hong kong dan Amerika hadir bersama dengan berbagai penerjemah di lokasi syuting.
“Naskah pengambilan gambar terakhir tidak memasukkan halaman yang dia tulis. Tidak ada perubahan yang dilakukan,” ujar Shannon.
Dia mengatakan, ayahnya tinggal di rumah dan menolak datang ke lokasi syuting sampai ada perubahan. Produser datang ke rumah dan mencoba berunding. Tim produksi mencoba berbicara dengan istri Lee sebagai perantara.
“Dia memberi tahu mereka bahwa tim sudah memiliki skrip untuk film yang ingin dia buat, jika mereka menggunakan skrip itu, dia dengan senang hati muncul untuk syuting,” kata Shannon.
Saat Bruce Lee tak mau melakukan pengambilan gambar, kru merekam adegan yang tidak melibatkannya. Setelah dua minggu, para produser akhirnya menyerah dan menuruti permintaan Lee. Berdasarkan cerita yang didapat dari ibunya, Shannon mengatakan ayahnya rela kehilangan kesempatan di Hollywood daripada harus tunduk pada tuntutan produksi.
“Bruce Lee mengambil sikap dan berpegang teguh pada inti. Dia membawa kekuatan penuh ekspresi dalam permainannya,” ujar Shannon.