Rabu 07 Oct 2020 19:15 WIB

Ketua Banggar: Banyak Misinformasi Soal UU Cipta Kerja

Banggar sebut pembelokan informasi paling masif terjadi pada klaster ketenagakerjaan.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR periode 2019-2024 dari Fraksi PDI Perjuangan Said Abdullah
Foto: Antara/Muhammad Adimadja
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR periode 2019-2024 dari Fraksi PDI Perjuangan Said Abdullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Anggaran (Banggar) Said Abdullah menyesalkan adanya banyak informasi yang salah di masyarakat pasca-Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang pada Senin (5/10) lalu. Said menuturkan pembelokan informasi paling masif terjadi pada klaster ketenagakerjaan yang disinyalir motifnya untuk memprovokasi kalangan buruh. 

Padahal, semangat dari UU Cipta Kerja adalah memberikan perlindungan secara komprehensif terhadap pekerja. "Setop penyebaran hoaks untuk memprovokasi kalangan buruh. Ini sangat mengganggu produktivitas kita dalam bekerja untuk memulihkan ekonomi sebagai akibat dampak dari pandemi Covid-19," ujar Said dalam pernyataan di Jakarta, Rabu (7/10).

Baca Juga

Menurut Said, penyesatan informasi tersebut sangat berbahaya dan bisa menimbulkan gejolak di tengah tengah masyarakat. Karena itu, dia meminta semua elemen menahan diri agar tidak menjadi corong penyebaran hoaks soal UU Cipta Kerja tersebut.

Said memastikan UU Cipta Kerja memberikan perlindungan yang komprehensif bagi tenaga kerja. Bahkan untuk pekerja kontrak pun diberikan kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

"Saya pastikan UU Cipta Kerja membuat para tenaga kerja akan banyak terbantu," kata Said.

Dia menegaskan tidak benar bahwa tidak ada status karyawan tetap dan perusahaan bisa melakukan PHK kapanpun. Ketentuan dalam Pasal 151 Bab IV Undang Undang Cipta Kerja memberikan mandat yang jelas bahwa pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja mengupayakan tidak terjadi PHK.

Bila akan melakukan PHK, ketentuannya diatur dengan tahap yang jelas, harus melalui pemberitahuan ke pekerja, perlu ada perundingan bipartit, dan mekanisme penyelesaian hubungan industrial. "Jadi tidak serta merta langsung bisa PHK," ujarnya.

Pasal 153 Bab IV UU Cipta Kerja juga mengatur pelarangan PHK dikarenakan beberapa hal. Misalnya, berhalangan kerja karena sakit berturut turut selama satu tahun, menjalankan ibadah karena diperintahkan agamanya, menikah, hamil, keguguran kandungan, menyusui, memiliki pertalian darah dengan pekerja lainnya di satu perusahaan, menjadi anggota serikat pekerja, mengadukan pengusaha kepada polisi karena yang bersangkutan melakukan tindak kejahatan, berbeda agama, jenis kelamin, suku, aliran politik, kondisi fisik, maupun keadaaan cacat karena sakit atau akibat kecelakaan.

Pasal 154 Bab IV UU Cipta Kerja mengatur PHK hanya boleh karena penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan, perusahaan melakukan efisiensi, perusahaan tutup karena kerugian, perusahaan tutup karena force majeur, penundaan kewajiban pembayaran utang, perusahaan pailit, perusahaan merugikan pekerja, pekerja melanggar ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, pekerja ditahan oleh pihak berwajib, pekerja sakit berkepanjangan lebih dari satu tahun.

Selain itu, lanjutnya, tidak benar karyawan alih daya atau outsourcing bisa diganti dengan kontrak seumur hidup. Pasal 66 UU Cipta Kerja menjelaskan hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja atau buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis baik perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

Bahkan, UU Cipta Kerja mengatur perjanjian kerja tersebut harus memberikan perlindungan kesejahteraan pekerja serta kemungkinan perselisihan yang timbul harus sesuai dengan ketentuan perundang undangan. 

Kemudian dia juga menuturkan tidak benar bahwa hak cuti karyawan dihilangkan. Pasal 79 UU Cipta Kerja mengatur pengusaha wajib memberikan cuti. Cuti yang dimaksud antara lain cuti tahunan, paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja atau buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus.

Selain itu dia mengatakan tidak benar bahwa jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang. Pada 82 UU Cipta Kerja memberikan jaminan sosial tenaga kerja, bahkan ditambahkan. Jaminan sosial meliputi kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, pensiun, kematian dan kehilangan pekerjaan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement