Kamis 08 Oct 2020 05:00 WIB

Tauhid Uluhiyyah

Tauhid uluhiyyah yang murni menjadi syarat pengampunan dosa-dosa hamba.

Red: Ani Nursalikah
Tauhid Uluhiyyah
Foto: republika
Tauhid Uluhiyyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Tauhid adalah fondasi ajaran Islam yang paling mendasar. Mengesakan Allah SwT dan beribadah hanya kepada-Nya merupakan akidah asasi bagi setiap Mukmin. Karena itu, akidah tauhid menjadi “pengikat” hati dan pikiran hamba kepada-Nya, sekaligus sebagai “penyatu” orientasi hamba dalam beribadah kepada-Nya dan bermuamalah duniawiyah.

Secara bahasa, tauhid mengandung arti mengesakan dan menyatukan. Mengesakan berarti mengimani bahwa Allah SwT itu Maha Esa; tiada tuhan selain-Nya; tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah tidak diduakan dan tidak pula memiliki mitra setara dengan-Nya. Allah itu tidak melahirkan atau tidak mempunyai istri; dan tidak pula dilahirkan atau mempunyai ayah. Allah itu benar-benar unik, tidak ada yang sesuatu pun yang setara dengan-Nya.

Baca Juga

Menyatukan berarti bahwa orang-orang yang mengesakan Allah SwT itu harus menyatukan hati dan pikirannya dalam beribadah hanya kepada-Nya, karena menyadari dan memahami sepenuh hati bahwa tujuan hidup yang ditetapkan-Nya adalah beribadah, menyembah, dan mendedikasikan dirinya kepada-Nya, bukan kepada makhluk.

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku,” (Qs alDzariyat [51]: 56).