Rabu 07 Oct 2020 21:10 WIB

Sambutan Hangat Raja Nasrani untuk Sahabat Nabi Muhammad

Raja Nasrani di Habsyah menerima para sahabat Nabi Muhammad dengan hangat.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Raja Nasrani di Habsyah menerima para sahabat Nabi Muhammad dengan hangat. Hijrah, ilustrasi
Raja Nasrani di Habsyah menerima para sahabat Nabi Muhammad dengan hangat. Hijrah, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Sekitar 610 M, Muhammad SAW diangkat menjadi nabi dan rasul Allah SWT. Sejak saat itu, syiar Islam mulai menyebar di Makkah meskipun terus diadang kekuatan politik setempat. Pada 615, Rasulullah SAW memerintahkan para pengikutnya untuk menyelamatkan diri ke Habasyah—sebutan Arab untuk Kerajaan Aksum.

Sesungguhnya di negeri Habasyah terdapat seorang raja yang tak seorang pun dizalimi di sisinya. Pergilah ke negerinya hingga Allah membukakan jalan keluar bagi kalian (Muslimin) dan penyelesaian atas apa yang menimpa kalian, sabda Nabi SAW. (Fathul Bari VII:189).

Baca Juga

Waktu itu Aksum diperintah oleh seorang raja bernama Armah atau Ashhamah. Orang-orang Arab biasa menggelarinya an-Najasyi. Sebanyak 16 orang sahabat Rasulullah SAW yang berhijrah itu dipimpin Utsman bin Maz'un. Setelah mengarungi perjalanan yang tidak mudah, bahkan mengarungi Laut Merah, mereka akhirnya sampai di Aksum.

Raja an-Najasyi menerima Muslimin dengan ramah. Mereka bukan hanya memperoleh izin, melainkan juga perlindungan sehingga bisa menetap dengan aman di Aksum. Tiga bulan kemudian, tersiar kabar bahwa penduduk Makkah sudah menerima Islam. Beberapa sahabat Nabi SAW yang memercayainya lantas kembali ke kampung halaman. Nyatanya kabar itu bohong belaka. Kaum kafir Quraisy masih saja semena-mena menekan umat Islam.

Para sahabat Nabi SAW pun hijrah lagi ke Aksum. Menurut Ibnu Ishaq, se orang sejarawan dari abad kedelapan, gelombang eksodus kedua itu diikuti sebanyak 80 orang Muslim. Untuk mencegah mereka, kaum kafir Quraisy mengirimkan sejumlah delegasi yang dipimpin Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabiah kepada an-Najasyi. Sesampainya di Istana Aksum, keduanya meminta agar sang raja mengusir para pengikut Nabi Muhammad SAW dari negerinya.

An-Najasyi bertindak sebagai raja yang bijaksana. Ia tidak mau hanya mendengar keterangan dari utusan Quraisy. Muslimin pun dipersilakannya untuk berbicara. Ja'far bin Abi Thalib bertindak seba gai juru bicara. Sepupu Rasulullah SAW itu kemudian membacakan sebagian surah Maryam. Sang raja Aksum sangat mengagumi ayat-ayat Alquran itu. Kata-kata ini dan yang dibawa Nabi Musa bersumber dari cahaya yang sama, kata dia.

Ja'far juga mengutip sabda Nabi Muhammad SAW tentang sosok Nabi Isa AS, Dia (Nabi Isa) adalah hamba Allah dan utusan-Nya, Roh-Nya dan Firman-Nya yang disampai kan kepada perawan Maryam. Setelah itu, an-Najasyi menggores kan tongkatnya ke atas tanah dan berkata kepada Muslimin, Antara agama kalian dan agama kami sebenarnya tidak lebih dari garis ini.

Misi untuk menjemput paksa Muslimin dari negeri Aksum pun gagal total. Amr bin Ash dan rombongannya kembali ke Makkah dengan tangan hampa. Bukannya sukses, para pemuka Quraisy itu justru membuat Raja an-Najasyi makin bersimpati terhadap Islam. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement