REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kemiskinan ekstrem akan meningkat tahun ini untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua dekade. Bank Dunia menyebutkan, virus corona diperkirakan akan mendorong hingga 115 juta orang ke dalam kategori tersebut.
Menurut Bank Dunia, pandemi menambah kekuatan konflik dan perubahan iklim, yang telah memperlambat pengurangan kemiskinan, dilansir di BBC, Kamis (8/10). Pada 2021, kemiskinan bisa meningkat menjadi 150 juta.
Kemiskinan ekstrem didefinisikan sebagai hidup dengan kurang dari 1,90 dolar AS atau sekitar Rp 28 ribu sehari. Kenaikan kemiskinan yang diproyeksikan akan menjadi yang pertama sejak tahun 1998, ketika krisis keuangan Asia mengguncang ekonomi global.
Sebelum pandemi melanda, angka kemiskinan ekstrem diperkirakan turun menjadi 7,9 persen pada 2020. Tapi sekarang kemungkinan akan mempengaruhi antara 9,1 persen dan 9,4 persen dari populasi dunia tahun ini, menurut Laporan Kemiskinan dan Kesejahteraan Bersama dua tahunan Bank Dunia.
Sejak 2013, Bank Dunia telah berupaya mencapai target agar tidak lebih dari 3 persen populasi dunia hidup hanya dengan 1,90 dolar AS sehari pada tahun 2030. Namun, sekarang dikatakan bahwa tujuan itu tidak akan tercapai tanpa tindakan kebijakan yang cepat, signifikan dan substansial.
Laporan Bank Dunia menemukan bahwa banyak orang miskin baru akan berada di negara-negara yang telah memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi. Sebanyak 82 persen dari jumlah itu diperkirakan berada di negara-negara berpenghasilan menengah.
Antara 2015 dan 2017, 52 juta orang keluar dari kemiskinan, tetapi tingkat penurunan selama periode itu kurang dari setengah persen per tahun. Ini kurang cepat dibandingkan tahun-tahun antara 1990 dan 2015, ketika kemiskinan global telah turun dengan laju sekitar satu poin persentase setahun.
"Pandemi dan resesi global dapat menyebabkan lebih dari 1,4 persen populasi dunia jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem," kata presiden Grup Bank Dunia David Malpass.
Dia mengatakan bahwa untuk membalikkan kemunduran serius ini, negara-negara perlu mempersiapkan ekonomi yang berbeda pasca-Covid, dengan mengizinkan modal, tenaga kerja, keterampilan, dan inovasi untuk pindah ke bisnis dan sektor baru.
Namun, ia berjanji bahwa dukungan Bank Dunia akan tersedia bagi negara-negara berkembang saat mereka bekerja menuju pemulihan yang berkelanjutan dan inklusif.
Lembaga yang berbasis di Washington ini menawarkan hibah dan pinjaman berbunga rendah senilai 160 miliar dolar AS untuk membantu lebih dari 100 negara miskin sedang berusaha mengatasi krisis.