REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- The Land Research Centre of the Arab Studies Association mengatakan sejak berdiri 1948, Israel telah menghancurkan 166 ribu rumah warga Palestina. Hal itu menyebabkan satu juta orang kehilangan tempat tinggal dan akhirnya menjadi pengungsi.
The Land Research Centre of the Arab Studies Association mengungkapkan pembongkaran dan penggusuran rumah warga Palestina merupakan praktik yang lazim dilakukan Israel. Hal itu dilakukan dengan dalih bangunan-bangunan tersebut tak memiliki izin.
"Selama sembilan bulan pertama tahun 2020, pasukan pendudukan menghancurkan 450 rumah dan fasilitas, dan juga mendorong beberapa warga Palestina untuk menghancurkan rumah mereka dengan tangan mereka sendiri," katanya dalam laporannya, dikutip laman Middle East Monitor pada Rabu (7/10).
Laporan The Land Research Centre of the Arab Studies Association juga menyoroti kebijakan yang diadopsi Israel untuk membatasi pembangunan rumah atau konstruksi lain oleh warga Palestina. Hal itu dilakukan dengan mempersulit penerbitan izin bangunan. Kalaupun izin dikeluarkan, harga yang harus dibayar terlampau mahal. Kondisi tersebut memaksa warga Palestina membangun tanpa izin.
Namun bangunan-bangunan itu pada akhirnya akan dihancurkan dan digusur Israel. Alasannya karena mereka tak memiliki izin. Bulan lalu, dilaporkan bahwa jumlah izin bangunan yang diberikan Israel kepada warga Palestina di wilayah pendudukan turun 45 persen pada kuartal kedua tahun 2020. The Land Research Centre of the Arab Studies Association mengatakan warga Palestina yang tinggal di Yerusalem Timur sangat membutuhkan 25 ribu unit tempat tinggal.
Saat izin mendirikan bangunan bagi warga Palestina dipersulit, Israel memberlakukan hal sebaliknya untuk proyek permukimannya sendiri. Ribuan rumah warga Yahudi didirikan di wilayah Palestina yang diduduki. Hal tersebut menumbuhkan keyakinan pada benak warga Palestina bahwa tujuan akhir dari kebijakan Israel adalah mengosongkan wilayah pendudukan dari penduduk asli Palestina.
Pada 1 Oktober lalu, stasiun radio Israel melaporkan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menginstruksikan persetujuan pembangunan 5.400 unit rumah di Tepi Barat. Kabar itu cukup mengejutkan Palestina karena Israel telah berkomitmen menangguhkan pencaplokan wilayah pendudukan saat menjalin normalisasi diplomatik dengan Uni Emirat Arab (UEA).
"Memperluas pemukiman Yahudi adalah bagian dari langkah sepihak Israel untuk menerapkan kesepakatan abad ini milik Amerika Serikat (AS) dan rencananya untuk mencaplok sebagian besar Tepi Barat," kata Kementerian Luar Negeri Palestina dalam sebuah pernyataan merespons kabar tersebut.
Menurut Palestina, rencana pembangunan itu kembali menunjukkan ketidakkonsistenan Israel perihal komitmennya saat menyepakati normalisasi diplomatik dengan UEA. "Ini membantah klaim Israel bahwa ia telah membekukan pemukiman untuk memungkinkan normalisasi dengan negara-negara Arab, dan mencerminkan pelanggaran sistematis Amerika dan Israel terhadap hukum internasional dan resolusi PBB," kata Kementerian Luar Negeri Palestina.
Saat ini terdapat lebih dari 100 permukiman ilegal Israel di wilayah Tepi Barat yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur. Permukiman itu dihuni sekitar 650 ribu warga Yahudi Israel.