REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia belum mampu mencapai standar contact tracing atau penelusuran kontak terhadap pasien positif Covid-19. Standar yang diyakini epidemiolog dunia, tracing akan optimal apabila 80 persen kasus positif bisa diketahui asal mula penularan atau kontak eratnya. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebutkan, Indonesia belum bisa mencapai angka tersebut.
"Jadi upaya contact tracing di Indonesia masih belum mencapat standar yang ditetapkan. Keadaan ini terjadi akibat keterbatasan SDM dan besarnya wilayah di Indonesia serta fasilitas kesehatan yang ada. Di satu sisi stigma di masyarakat terkait covid-19 pun menghambat proses tracing ini," ujar Wiku dalam keterangan pers, Kamis (8/10).
Stigma negatif terhadap pasien penderita Covid-19 membuat sebagian masyarakat enggan untuk menjalani pemeriksaan. Hal ini lah yang membuat tracing menjadi terhambat karena ada kontak erat pasien Covid-19 yang tidak mau menjalani tes usap.
Menurutnya, salah satu solusi untuk menggenjot tracing adalah dengan pengendalian Covid-19 doi level mikro yang lebih masif. Puskesmas dan Dinas Kesehatan daerah perlu lebih gencar untuk melakukan penanganan Covid-19 lebih masif di level kelurahahan dan kecamatan. Skema ini sudah sering disampaikan Presiden Jokowi sebagai mini-lockdown atau pembatasan sosial berskala mikro.
"Dan puskesmas sebagai unit pelaksana fungsional dapat meningkatkan kualitas SDM nya dengan training tracing atau penyebaran tenaga jika di lapangan, SDM masih belum merata jumlahnya," kata Wiku.