REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian orang mungkin pernah terjaga di malam hari dan sulit untuk kembali memejamkan mata karena mengalami gangguan kecemasan. Kondisi demikian bisa muncul akibat kekhawatiran dan stres yang menumpuk.
Dokter spesialis gangguan tidur Virginia Runko mengatakan, biasanya seseorang terbangun pada jam yang tidak biasa, seperti tengah malam atau dini hari. Lantas, orang tersebut akan merasa tertekan serta mendapati pikirannya terombang-ambing.
Profesional medis yang berbasis di Washington DC, Amerika Serikat, itu menjelaskan bahwa kondisi demikian lebih banyak memengaruhi perempuan daripada laki-laki. Pasien bisa pula membayangkan hal mengerikan yang tidak rasional.
Sesungguhnya, kecemasan bisa terjadi kapan saja, baik itu pagi, siang, atau malam hari. Gejala khasnya berupa kegugupan, khawatir, ketidakmampuan untuk fokus, serta kesulitan untuk tidur atau kembali tidur setelah terjaga.
Seseorang yang mengalaminya di malam hari bisa juga mengalami tambahan serangan panik. Gejalanya sama dengan serangan serupa di siang hari, seperti jantung yang berdebar-debar atau mengalami perasaan ketakutan yang ekstrem.
"Saat Anda terbangun di tengah malam dengan rasa cemas, penyebabnya mungkin stresor internal atau eksternal. Tingkat stres Anda mungkin sedang tinggi karena pandemi Covid-19, kerusuhan sosial, dan pemilihan umum yang akan datang," kata Runko.
Tingkat stres itu juga dipengaruhi situasi pembatasan fisik dan sosial, menghadapi ketidakstabilan keuangan, atau kerja ekstra mengasuh anak sambil bekerja dari rumah. Lantas, kekhawatiran itu terus memuncak hingga malam hari.
Terlebih, aktivitas di area otak bernama lobus frontal berhenti bekerja di malam hari. Area tersebut bertanggung jawab atas pemikiran rasional, fungsi eksekutif, serta penghambatan pikiran dan perilaku.
Saat sedang mendapatkan banyak tekanan, pikiran akan terus berpacu. Sementara, tubuh merespons dalam mode "melawan-atau-lari", yang sering kali memompa adrenalin. Itu sebabnya sebagian orang yang tak sengaja terbangun semakin sulit untuk kembali tertidur.
Pemicu lain yang sangat berpengaruh adalah kebiasaan minum alkohol. Minuman keras ini kerap dianggap membuat seseorang lekas tidur, tapi sesungguhnya akan mengganggu waktu tidur setelah paruh kedua malam.
Seseorang yang minum alkohol berpotensi terbangun di tengah malam, dengan pikiran yang mulai berkelana dan kekhawatiran mendalam. Tidak hanya alkohol, faktor lain yang menyebabkan gangguan kecemasan di malam hari adalah ponsel.
Menurut studi tahun 2018 terhadap orang dewasa muda yang diterbitkan di jurnal akademis PLoS ONE, satu dari delapan orang masih mengakses ponsel sampai tengah malam. Rata-rata penggunaannya tiga hingga lima jam setelah jam tidur ideal.
Padahal, terpaku pada ponsel justru menambah tingkat kecemasan, terutama jika memeriksa konten-konten yang tidak baik untuk kesehatan mental. Cobalah bersikap disiplin terhadap diri sendiri untuk menjauhkan diri dari kebiasaan tersebut.
Jauhkan ponsel dari jangkauan saat akan bersiap tidur, serta tetapkan waktu tidur yang teratur setiap harinya. Aturan tidur ini lumayan penting, terlebih kondisi tak menentu di tengah pandemi Covid-19 bisa membuat jadwal tidur berantakan.
"Anda mungkin melakukan hal-hal yang membuat Anda lebih mungkin bangun di tengah malam, seperti tidur lebih awal karena bosan," kata Runko, dikutip dari laman The Healthy, Kamis (8/10).