REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketika beberapa saat setelah matahari terbit, tibalah waktu yang disebut sebagai waktu dhuha. Waktu dhuha ini sangat panjang karena berakhir hingga beberapa saat sebelum waktu shalat zhuhur tiba, dari sekian wasiat Nabi, beliau memasukkan poin pentingnya soal sholat dhuha.
Dalam buku Bolehkah Shalat Dhuha Berjamaah? Karya Muhammad Saiyid Mahadhir dijelaskan, Nabi Muhammad SAW sering mengerjakan sholat dhuha. Bahkan Nabi mewasiatkan kepada umat Muslim untuk mengerjakan sholat dhuha.
Dalam sebuah hadis diterangkan: “An Abi Hurairata qala: awshani khalili bi tsalatsin: shiyamu tsalatsati ayyamin min kulli syahrin wa rak’ataini ad-dhuha wa an utira qabla an arquda,”. Yang artinya: “Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW berwasiat kepadaku untuk mengerjakan tiga hal; (yakni) puasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat shalat dhuha, dan shalat witir sebelum tidur,”. Hadis ini merupakan hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Bukhari (muttafaqun alaihi).
Apa yang diwasiatkan kepada Abu Hurairah, sudah tentu juga berlaku sebagai wasiat kepada seluruh umat Islam. Umumnya umat Muslim mengenal bahwa sholat dhuha ini adalah sebagai jalan pembuka rezeki. Tidak ada yang salah dengan makna tersebut, namun dijelaskan sebaiknya harapan umat Islam harus lebih jauh dari itu saja.
Yaitu jika seseorang memperbanyak sholat dhuha, maka diharapkan sholatnya itu dapat menjadi jalan baginya untuk masuk surga bersama Rasulullah SAW. Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ketika Nabi ditanya oleh Rabiah bin Ka’ab Al-Aslami mengenai bagaimana caranya dapat bersama Nabi di surga nanti.
Lalu Nabi pun berkata: “Bantulah aku untuk mewujudkan keinginanmu dengan banyak melakukan sujud (memperbanyak sholat sunah).”