Jumat 09 Oct 2020 11:03 WIB

Tingkat Pengangguran di AS Masih Tinggi

Resesi akibat pandemi yang masih berlangsung sebabkan perusahaan mengurangi pekerja.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolandha
Jumlah pengangguran di Amerika Serikat (AS) tercatat masih tinggi hingga akhir pekan lalu, sekitar 840 ribu orang.
Foto: republika
Jumlah pengangguran di Amerika Serikat (AS) tercatat masih tinggi hingga akhir pekan lalu, sekitar 840 ribu orang.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Jumlah pengangguran di Amerika Serikat (AS) tercatat masih tinggi hingga akhir pekan lalu, sekitar 840 ribu orang. Penyebab utamanya adalah resesi karena pandemi yang sudah berusia kira-kira tujuh bulan.

Meski demikian, para ekonom meragukan data-data klaim pengangguran yang ada. Meski terlihat tingkat rekrutmen pekerja masih sangat rendah dan masih banyaknya PHK dimana-mana.

Satu alasan tingkat pemecatan kerja masih tinggi adalah banyak korporasi yang menahan para pekerjanya ketika resesi dimulai. Mereka berharap dampak buruk segera berakhir dengan jumlah karyawan yang banyak bertahan.

Namun jika dampak resesi terus berlangsung, maka korporasi tidak punya pilihan lain. Kepala Ekonom di KPMG, Constance Hunter mengatakan PHK baru banyak datang dari perusahaan yang dulunya masih bertahan.

"Mereka awalnya tidak ingin atau tidak merasa perlu untuk melakukan PHK, tapi sekarang mereka tidak punya pilihan selain mengurangi beban," katanya, dilansir AP News, Kamis (8/10).

Contohnya Luke McCann yang memiliki perusahaan marketing online CollectionAgencyMatch.com. Mereka awalnya berharap pada bulan September bisnis sudah bisa bangkit, tapi ternyata tidak. Jadi mau tidak mau akhirnya McCann merumahkan 7-15 stafnya.

Pendapatan bisnis berkurang tajam karena banyak klien yang tidak bisa bayar. Pinjaman dari pemerintah dalam Paycheck Protection Program semula membantunya menahan pekerja. Tapi tanpa bantuan lanjutan, usaha itu berakhir juga pada pengangguran.

Menurut data Departemen Ketenagakerjaan Kamis pekan lalu, lebih dari 800 ribu orang dirumahkan setiap pekannya, sebuah rekor terbesar dalam sejarah. Ini bahkan lebih buruk dari Resesi Besar saat 2008-2009.

Namun jumlah tersebut ternyata diragukan sejumlah pihak. Penasihat Kebijakan di Employ America, Elizabeth Pancotti mengatakan klaim pengangguran tersebut terlalu tinggi. Sejumlah negara bagian melaporkan jumlah yang berbeda.

"California misalnya sudah berhenti menerima klaim PHK sekitar dua pekan jadi ada backlog sekitar 600 ribu aplikasi," katanya.

Di sejumlah negara bagian, data klaim pengangguran termasuk pekerja yang sudah dirumahkan sebelumnya, tapi dia kemudian menemukan pekerjaan baru sementara, dan kemudian dirumahkan lagi, kemudian mengklaim ulang penganggurannya.

Klaim ulang ini berjumlah hampir setengah dari klaim pengangguran di California. Secara total, setengah dari 22 juta PHK karena corona virus sudah kembali mendapat pekerjaan. Jadi sisanya sekitar 10,7 juta masih menganggur.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement