REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada aksi unjuk rasa penolakan Undang-undang Omnibus Law UU Cipta Kerja Kamis (8/10) beberapa orang jurnalis mendapatkan kekerasan dari aparat. Aparat bersikap represif tak hanya ke wartawan juga massa demonstran.
Bahkan, selain penganiayaan secara fisik, ponsel sebagai senjata peliputan pun dirampas. "Memang kita seharusnya menjunjung dan melindungi wartawan, tapi karena situasinya chaos dan anarkis anggota juga melindungi dirinya sendiri," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono, di Kompleks Mabes Polri, Jumat (9/10).
Kendati demikian, Argo berjanji bakal mengecek fakta di lapangan terkait penganiayaan yang menimpa para wartawan tersebut. Ia juga mengaku sudah memberikan imbauan serta mengingatkan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Argo menegaskan, harusnya aparat dan jurnalis dapat saling bekerjasama di lapangan.
"Kita saling kerja sama saja di lapangan, kalau ketemu anggota tunjukkan identitas yang jelas nanti bisa diberitahu teman-teman mencari berita. Disampaikan saja bahwa saya seorang wartawan sedang meliput, nanti di belakang dan akan dilindungi," terang Argo.
LBH Pers mencatat sejumlah laporan kekerasan ke jurnalis. Yaitu penganiayaan terhadap jurnalis CNN Indonesia Tohirin, intimidasi pada wartawan Suara.com Peter Rotti, penangkapan jurnalis Merahputih.com Ponco Sulaksono, dan Aldi jurnalis Radar Depok ikut ditahan.