REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Twitter mengatakan akan menghapus cicitan yang mengajak orang-orang untuk mengganggu proses pemilihan Presiden Amerika Serikat, termasuk melalui kekerasan. Caranya dengan menambahkan lebih banyak pembatasan untuk memperlambat penyebaran informasi yang salah.
Dikutip dari Reuters, Sabtu (10/10), Twitter mengatakan pengguna akan mendapatkan label yang mengarahkan mereka ke informasi yang dapat dipercaya sebelum mereka dapat me-retweet konten yang telah diberi label menyesatkan.
Twitter akan menambahkan lebih banyak peringatan dan pembatasan pada cicitan dengan label informasi menyesatkan dari tokoh politik AS. Yaitu termasuk kandidat, serta akun yang berbasis di AS dengan lebih dari 100.000 pengikut atau yang punya keterlibatan yang signifikan.
Twitter, yang baru-baru ini sedang menguji bagaimana membuat label yang lebih jelas, mengatakan orang-orang harus memanfaatkan label peringatan tersebut saat melihat cicitan. Pengguna juga hanya dapat melakukan quote tweet, karena like, retweet dan balas cicitan akan dinonaktifkan.
Twitter mengatakan telah memberi label pada ribuan unggahan yang menyesatkan, meskipun sebagian besar perhatian tertuju pada label yang ada pada cicitan Presiden AS Donald Trump.
Twitter juga mengatakan akan memberi label pada cicitan yang secara palsu mengklaim kemenangan bagi kandidat mana pun. Twitter mengumumkan sejumlah langkah sementara untuk memperlambat amplifikasi konten.
Misalnya, mulai 20 Oktober hingga setidaknya akhir pekan pemilu AS, pengguna global yang menekan retweet akan diarahkan terlebih dahulu ke tombol quote tweet untuk mendorong orang menambahkan komentar mereka sendiri.
Twiiter juga akan berhenti menampilkan topik yang sedang tren tanpa konteks tambahan, dan akan menghentikan rekomendasi disukai oleh dari orang yang tidak mereka kenal di timeline pengguna. Keputusan Twitter untuk menginjak rem pada rekomendasi otomatis kontras dengan pendekatan di Facebook, yang meningkatkan promosi untuk grup meskipun ada kekhawatiran tentang ekstremisme di ruang-ruang itu.
Perusahaan media sosial tersebut berada di bawah tekanan untuk memerangi kesalahan informasi terkait pemilu dan bersiap menghadapi kemungkinan kekerasan atau intimidasi di tempat pemungutan suara saat pemungutan suara pada 3 November mendatang.
Facebook, Rabu (7/10), mengatakan akan melarang ajakan untuk menonton pemungutan suara yang menggunakan bahasa militer.