Ahad 11 Oct 2020 05:50 WIB

Islam di Denmark, Negara Isalomofobis Paling Kukuh di Barat

Islam di Denmark menghadapi kekuatan Islamofobia terkuat di Barat.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Islam di Denmark menghadapi kekuatan Islamofobia terkuat di Barat. Ilustrasi Denmark
Islam di Denmark menghadapi kekuatan Islamofobia terkuat di Barat. Ilustrasi Denmark

REPUBLIKA.CO.ID, COPENHAGEN – Beberapa ahli telah memberanikan diri untuk mengklaim bahwa Denmark telah menjadi salah satu negara anti-Muslim yang paling kukuh di barat. Sentimen ini juga dilaporkan pengamat domestik dan peneliti ilmu sosial, laporan OSI 2007. 

Dua publikasi lain telah mendukung persepsi ini yang pertama adalah disertasi oleh seorang sarjana Denmark pada tahun 2001 yang menyatakan bahwa ada rasisme budaya yang meluas di Denmark yang ditujukan terutama pada Muslim jauh sebelum 9/11 dan yang kedua adalah laporan European Monitoring Center (EUMC) yang menempatkan Denmark pada urutan teratas daftar negara di mana terjadi peningkatan serangan rasial yang tiba-tiba terhadap minoritas.  

Laporan telah menunjukkan bahwa banyak Muslim Denmark mengalami kesulitan mendapatkan akses ke tempat-tempat umum seperti restoran dan klub, dan perempuan yang mengenakan jilbab ditolak untuk diangkut dengan bus umum.  

Warga Somalia khususnya mengalami kesulitan di Denmark, baik sebagai Muslim maupun pencari suaka. Media dan politisi telah berkontribusi pada pandangan luas bahwa orang Somalia tidak dapat berintegrasi ke dalam masyarakat Denmark, dan hal ini berdampak negatif pada persepsi diri masyarakat. Tingkat pengangguran yang tinggi dan harapan yang rendah telah menyebabkan tingginya jumlah siswa yang putus sekolah. 

Kasus terbaru ekstremis anti-Muslim Denmark, Partai Stram Kurs (Garis Keras) Denmark, kembali melakukan pembakaran terhadap salinan Alquran. Aksi pembakaran tersebut dilakukan di kota Fredericia yang sebagian besar dihuni  imigran Turki dan Muslim.  

Menurut anggota Stram Kurs, aksi membakar beberapa salinan Alquran dilakukan dengan sengaja untuk mengirim pesan politik. Pesan tersebut adalah agama Islam dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai Denmark.   

Di masa lalu, pada 1099, tentara Salib Kristen menaklukkan Yerusalem. Sejumlah sumber dari berbagai biara yang ditempatkan di seluruh Denmark semuanya dengan cermat mencatat peristiwa tersebut dalam catatan sejarah mereka, dan selama abad berikutnya disebutkan partisipasi sejumlah tentara Salib Denmark serta raja-raja Denmark mengambil bagian dalam Perang Salib melawan Muslim. Analisis khotbah abad pertengahan juga menunjukkan bahwa banyak orang Denmark biasa yang mengenal Islam dan Muslim sebagai sesuatu yang mengancam dunia Kristen.

Terlepas dari debat publik sejak 1980-an yang menampilkan Islam di Denmark sebagai fenomena baru, selama berabad-abad Islam memainkan peran sentral ketika orang Denmark berusaha menjelaskan identitas kolektif mereka. Memang benar bahwa banyak Muslim Denmark datang sebagai pekerja tamu di tahun-tahun booming pada 1960-an dan tetap tinggal. 

Mereka diikuti keluarga mereka dan kemudian pengungsi, meskipun pekerja tamu dan pengungsi tidak semuanya Muslim. Lebih jauh ke belakang, Islam dan Muslim telah menjadi bagian dari sejarah Denmark selama lebih dari satu milenium. Kini sebanyak 320 ribu Muslim berada di Denmark atau sekitar 5,5 persen dari populasi, proporsi yang sedikit lebih tinggi daripada di seluruh Eropa. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement