REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis berharap pemerintah dapat membuka diri untuk memfasilitasi keinginan masyarakat dan para intelektual terkait polemik UU Cipta Kerja. Menurutnya, menyampaikan aspirasi lewat parlemen jalanan harus dihindari.
"Kami berharap pemerintah dapat membuka diri untuk memfasilitasi keinginan masyarakat dan para intelektual yang mempunyai aspirasi tentang UU Cipta Kerja ini bersama dengan DPR. Sehingga aspirasi itu bisa disalurkan dengan baik," tutur dia kepada Republika.co.id, Ahad (11/10).
Kiai Cholil berpandangan, sikap membuka diri dari pemerintah dan DPR itu penting agar tidak ada fasilitas umum atau berbagai hal lain yang dirusak. "Ini untuk menghindari penyaluran aspirasi melalui parlemen jalanan. Apalagi yang sifatnya mengandung destruktif dan menghancurkan tatanan yang ada, bahkan merusak fasilitas umum," ucapnya.
Karena itu, Kiai Cholil juga berharap pemerintah mengundang dan berdialog dengan masyarakat serta memfasilitasi pertemuan terbuka dengan DPR. "Mungkin bisa difasilitasi untuk menghindari kerawanan sosial, meski (UU Cipta Kerja) sudah disahkan," tutur dia.
Menurut Kiai Cholil, orang yang berunjuk rasa itu karena tidak bisa menyampaikan langsung aspirasinya kepada pemerintah maupun DPR. Dengan begitu, mereka pun beramai-ramai turun ke jalan.
"Sebetulnya tanpa di jalanan, ketika bisa dengan dialog, itu akan lebih baik. Jadi tidak semua persoalan dilakukan dengan unjuk rasa, tetapi bisa saja dengan iklim musyawarah," katanya.
Tentu saja, dalam hal menyampaikan pendapat itu harus dilakukan dengan cara yang santun. Pendapat tersebut juga harus disampaikan secara konstruktif. "Tidak merusak bangunan, bakar-bakar, apalagi sampai kerusuhan, tentu ini tidak boleh terjadi," ungkapnya.