Senin 12 Oct 2020 06:56 WIB

Perburuk Keadaan, Dokter WHO: Stop Lockdown

Seorang dokter WHO mempertanyakan efektivitas lockdown yang memperburuk situasi.

 Lockdown -- Warga berbelanja kebutuhan mereka di sebuah super market sebelum penerapan lockdown di Melbourne, Australia, Rabu (8/7).
Foto: EPA-EFE / LUIS ASCUI
Lockdown -- Warga berbelanja kebutuhan mereka di sebuah super market sebelum penerapan lockdown di Melbourne, Australia, Rabu (8/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satu dokter Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bicara soal lockdown atau penguncian sebuah kota atau negara akibat pandemi virus corona. Dokter WHO itu menyerukan para pemimpin dunia untuk menghentikan lockdown.

WHO sendiri menyarankan adanya lockdown untuk cegah penyebaran virus corona. Selama tujuh bulan ini penguncian telah digunakan untuk mengendalikan virus corona di seluruh dunia. 

Dr David Nabarro dari WHO yang menyerukan para pemimpin dunia untuk berhenti "menggunakan penguncian sebagai metode pengendalian utama negara dan ekonomi" dari virus corona.

Dia mengklaim bahwa satu-satunya yang dicapai dari penguncian ini adalah kemiskinan ---tanpa menyebutkan potensi nyawa yang diselamatkan.

"Penguncian hanya memiliki satu konsekuensi yang tidak boleh Anda remehkan, dan itu membuat orang miskin menjadi semakin miskin," kata Dr Nabarro seperti dikutip news.com.au, Senin (12 Oktober 2020).

“Kami di Organisasi Kesehatan Dunia tidak menganjurkan penguncian sebagai cara utama pengendalian virus ini,” kata Dr Nabarro kepada The Spectator.

“Satu-satunya saat kami yakin bahwa penguncian dapat dibenarkan adalah untuk memberi Anda waktu untuk mengatur ulang, menyusun kembali, menyeimbangkan kembali sumber daya Anda, melindungi petugas kesehatan Anda yang kelelahan, tetapi pada umumnya, kami lebih suka tidak melakukannya," demikian penegasan WHO.

Kritik utama Dr Nabarro terhadap penguncian akibat corona setelah melihat dampak global di mana ekonomi yang lebih miskin telah terpengaruh secara tidak langsung.

“Lihat saja apa yang terjadi dengan industri pariwisata di Karibia, misalnya, atau di Pasifik karena orang-orang tidak berlibur,” kata Dr Nabarro.

“Lihat apa yang terjadi pada petani kecil di seluruh dunia. Lihat apa yang terjadi dengan tingkat kemiskinan. Kita mungkin memiliki dua kali lipat kemiskinan dunia pada tahun depan. Setidaknya dua kali lipat dari malnutrisi anak bakal muncul."

Penguncian Melbourne telah dipuji sebagai salah satu yang paling ketat dan terpanjang di dunia. Saat penguncian Spanyol pada bulan Maret, orang tidak diizinkan meninggalkan rumah kecuali untuk membawa hewan peliharaan mereka berjalan-jalan. 

Di China, pihak berwenang menutup pintu untuk mencegah orang meninggalkan rumah mereka. WHO menganggap langkah-langkah ini sebagian besar tidak perlu.

Sebaliknya, Dr Nabarro menganjurkan pendekatan baru untuk mengendalikan virus. Ia meminta kepada semua pemimpin dunia untuk berhenti menggunakan kuncian sebagai metode kendali utama. 

WHO menyarankan untuk mengembangkan sistem yang lebih baik untuk melakukannya. Bekerja sama dan belajar dari satu sama lain menjadi salah satu kunci sukses atasi pandemi corona.

Pesan yang disampaikan WHO ini seiring dengan sikap ahli kesehatan. Sejumlah ahli kesehatan dari seluruh dunia berkumpul bersama menyerukan diakhirinya penguncian virus corona pada awal pekan ini.

Mereka membuat petisi, yang disebut Deklarasi Great Barrington, yang mengatakan bahwa penguncian adalah "kerusakan yang tidak dapat diperbaiki".

“Sebagai ahli epidemiologi penyakit menular dan ilmuwan kesehatan masyarakat, kami memiliki keprihatinan besar tentang dampak merusak kesehatan fisik dan mental dari kebijakan COVID-19 yang berlaku, dan merekomendasikan pendekatan yang kami sebut Perlindungan Terfokus,” bunyi petisi tersebut.

Para ahli kesehatan ini menegaskan kebijakan penguncian saat ini menghasilkan efek yang menghancurkan pada kesehatan masyarakat jangka pendek dan panjang.

Petisi tersebut sejauh ini telah memiliki 12.000 tanda tangan. Petisi ini disampaikan Sunetra Gupta dari Universitas Oxford, Jay Bhattacharya dari Universitas Stanford, dan Martin Kulldorff dari Universitas Harvard.

Ketika ditanya tentang petisi ini, Dr Nabarro hanya menyebut ini merupakan poin yang sangat penting dari Profesor Gupta.

sumber : news.com.au
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement