REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Liga Muslim Dunia memberikan tanggapan atas rencana Prancis membuat undang-undang yang lebih keras untuk menangani separatisme Islam.
Presiden Emmanuel Macron, dalam pidatonya awal bulan ini mengumumkan adanya undang-undang baru. Undang-undang rencananya akan digunakan sebagai masyarakat tandingan, membela nilai-nilai sekuler Prancis dalam melawan radikalisme Islam.
Macron juga mengatakan, Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia. Mengenai komentar Macron ini, Sekretaris Jenderal Liga Muslim Dunia, Sheikh Mohammed bin Abdul Karim Al-Issa, mengatakan ekstremis telah merusak reputasi Islam.
“Ada orang yang secara salah dianggap Muslim. Ini telah merusak reputasi Islam dengan radikalisme dan ekstremisme mereka, bahkan terkadang dengan kekerasan termasuk terorisme mereka," ujarnya dilansir di Arab News, Senin (12/10).
Perilaku di atas disebut sama sekali tidak mewakili Islam. Abdul Karim Al-Issa menegaskan, jika yang lain membela perilaku tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung, itu berarti semua Muslim persis seperti mereka.
Ketika ditanya tentang referensi Macron tentang separatisme dan isolasionisme, Al-Issa mengatakan ekstremis dan teroris adalah pihak yang pertama kali mengisolasi diri dari masyarakat Islam.
Dia mengatakan, dalam Deklarasi Makkah 2019 yang ditandatangani oleh ribuan ulama dan cendekiawan Muslim dari seluruh dunia, menekankan perlunya menghormati konstitusi, hukum dan budaya negara.
Deklarasi tersebut menyerukan anti-ekstremisme, keragaman agama dan budaya, serta undang-undang yang melarang kebencian dan kekerasan.
Al-Issa sebelumnya mengatakan deklarasi itu merupakan misi untuk menghapus ideologi ekstremis dan memelopori upaya untuk mengatasi radikalisasi.
Dalam pidatonya, Macron mengatakan Prancis akan berusaha untuk membebaskan Islam di Prancis dari pengaruh asing. Dia sebelumnya juga mengecam "politik Islam" pada bulan Februari dan memilih Ikhwanul Muslimin. A