REPUBLIKA.CO.ID, MINSK -- Pasukan keamanan di ibu kota Belarus, Minsk, telah menangkap puluhan pengunjuk rasa. Mereka pun menggunakan granat kejut dan meriam air untuk membubarkan massa yang menuntut pemilihan presiden baru.
Polisi di Minsk mengatakan telah menahan beberapa lusin orang.
"Di Minsk setidaknya meriam air dan granat kejut digunakan," kata juru bicara Kementerian Dalam Negeri Olga Chemodanova dikutip dari Aljazirah.
Chemodanova mengatakan jumlah pasti tahanan belum diketahui pasti dan akan dibebaskan pada Senin (12/10). Sementara kelompok hak asasi Viasna, yang memantau penahanan pada protes politik, mengatakan setidaknya 140 orang telah ditahan di Minsk serta sekitar 30 di kota-kota lain.
Belarus telah diguncang protes dan pemogokan jalanan sejak penguasa lama Alexander Lukashenko secara resmi dinyatakan sebagai pemenang dengan telak dalam pemungutan suara 9 Agustus yang disengketakan. Sejak itu, para pendukung oposisi turun ke jalan setiap pekan untuk menuntut agar pria berusia 65 tahun itu mundur dan memungkinkan diadakannya pemilihan baru.
Pasukan keamanan telah menahan lebih dari 13 ribu orang selama tindakan keras pascapemilu, beberapa di antaranya kemudian dibebaskan. Dalam unjuk rasa terbaru pada Ahad (11/10), video menunjukkan ribuan orang berbaris di Minsk, mengibarkan bendera, dan meneriakkan slogan.
Rekaman tersebut menunjukkan petugas polisi mengenakan balaclava (penutup wajah) hitam menyeret pengunjuk rasa ke dalam van hitam tanpa tanda dan memukuli demonstran dengan tongkat. Dalam satu video surat kabar independen Nasha Niva, pasukan tampak berlari ke arah demonstran sambil mengancam dengan senjata.
Lukashenko yang berkuasa sejak 1994, menyangkal tuduhan lawan-lawannya bahwa terpilihnya kembali dengan 80 persen suara adalah hasil dari kecurangan. Sedangkan saingan politik utamanya ada di penjara atau telah melarikan diri ke luar negeri. Pemimpin oposisi Svetlana Tikhanovskaya, yang sekarang berbasis di Lithuania, telah menyerukan pemilihan baru dan agar semua tahanan politik dibebaskan.
Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris, dan Kanada telah menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah pejabat senior di Belarus. Sanksi ini diberikan atas tuduhan melakukan penipuan dan pelanggaran hak asasi manusia setelah pemilu.