REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing mengatakan, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bukan upaya solutif permanen untuk menekan atau melawan virus Covid-19. Menurutnya, yang dibutuhkan saat ini adalah sebuah strategi komunikasi yang baik untuk menumbuhkan kesadaran, sikap dan perilaku masyarakat di dalam menaati protokol kesehatan Covid-19.
"Jadi, kata kunci penyelesaiannya menurut saya adalah strategi komunikasi. Harusnya alokasi dana, tenaga dan pikiran ke strategi komunikasi untuk menumbuhkan kesadaran sikap dan perilaku. Sehingga jika PSBB diperpanjang itu tidak akan solutif," katanya saat dikonfirmasi, Senin (12/10).
Kata dia, kalau PSBB yang merupakan kebijakan sementara tetap diberlakukan, maka pemerintah harus berani membuat suatu target kalau masyarakat memiliki kesadaran, sikap, dan perilaku dalam menaati protokol kesehatan Covid-19 yang sudah berjalan efektif selama penerapan PSBB.
"Nah, kalau tidak ketat dengan protokol kesehatan dan physical distancing, saya kira itu sesuatu yang tidak bisa menyelesaikan persoalan ini," kata dia.
Dia menambahkan, kunci penyelesaian Covid-19 di Indonesia adalah menumbuhkan kesadaran, sikap, dan perilaku untuk disiplin menaati protokol kesehatan corona. Menurut dia, akan lebih baik bila gerakan menumbuhkan kesadaran, sikap dan perilaku itu dilakukan serentak seluruh Indonesia.
"Kalau semua menaati itu, saya kira virus itu akan mati sendiri di luar tubuh manusia. Apalagi, virus itu bertahan paling lama tiga hari di luar di tubuh manusia. Jangan-jangan tidak sampai tiga hari," kata dia.
Emrus mengingatkan, virus itu berkembang dan menular dari manusia pada manusia lain. Sehingga, penting menumbuhkan kesadaran, sikap, dan perilaku, menaati protokol kesehatan Covid-19. Kata dia, ketidaktaatan, dan ketidaksadaran dalam menaati protokol kesehatan, membuat persoalan Covid-19 terus berkepanjangan.
Menurutnya, jangan samakan Indonesia seperti Singapura dan negara-negara kecil lain yang persoalan Covid-19 lebih gampang diatasi. Di Indonesia ini, kata dia, interaksi antarprovinsi, maupun dengan negara luar sangat tinggi sekali. Kalau untuk interaksi dengan negara lain, bisa saja dibuat kebijakan yang ketat.
"PSBB ini merupakan kebijakan yang sementara, atau ibarat sebagai rem agar laju penyebaran Covid-19 tidak terlalu cepat. Kuncinya yang saya sebut tadi kesadaran, sikap dan perilaku menaati protokol kesehatan," kata dia.
Sebelumnya diketahui, setelah dua kali masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kembali menerapkan PSBB transisi mulai Senin (12/10). PSBB transisi akan berlaku selama dua pekan hingga 25 Oktober.
"Keputusan ini didasarkan pada beberapa indikator, yaitu laporan kasus harian, kasus kematian harian, tren kasus aktif dan tingkat keterisian RS Rujukan Covid-19," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam keterangan, Aahd (11/10).
Anies menjelaskan, grafik penambahan kasus positif dan kasus aktif harian tampak mendatar sejak dilakukan rem darurat PSBB transisi. Dia mengatakan, dalam tujuh hari terakhir juga terdapat tanda awal penurunan kasus positif harian.