Senin 12 Oct 2020 14:53 WIB

Pelajaran dari Klaster Pemilu Sabah

PM Malaysia mengakui pemilu di Sabah saja memicu lonjakan kasus Covid-19 Malaysia.

Kementerian Kesehatan Malaysia (KKM) melaporkan pada Ahad (11/10) kasus Covid-19 di Sabah mencapai 488. Kenaikan kasus Covid-19 di Malaysia dipicu dari pelaksanaan Pemilu atau Pilihan Raya Negeri di Sabah.
Foto: EPA
Kementerian Kesehatan Malaysia (KKM) melaporkan pada Ahad (11/10) kasus Covid-19 di Sabah mencapai 488. Kenaikan kasus Covid-19 di Malaysia dipicu dari pelaksanaan Pemilu atau Pilihan Raya Negeri di Sabah.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mimi Kartika, Indira Rezkisari, Antara

Malaysia adalah negara di Asia Tenggara yang sudah lebih dulu melonggarkan aturan sosialnya akibat Covid-19. Di Malaysia, warganya sudah berlibur leluasa, anak-anak telah kembali ke sekolah, dan kegiatan perniagaan sudah jauh lebih longgar dibanding awal ketika Covid-19 menyerang.

Baca Juga

Malaysia namun belum lepas dari ancaman Covid-19. Pelaksanaan pemilu atau Pemilihan Raya Negeri (PRN) di Sabah telah meningkatkan kembali kasus Covid-19 di negara jiran tersebut.

Meningkatnya wabah Covid-19 yang menyebabkan Sabah masuk zona merah membuat Konsulat Jenderal RI (KJRI) Kota Kinabalu meminta WNI di wilayah mematuhi protokol kesehatan dalam upaya pencegahan sesuai pemberlakuan Perintah Kawalan Pergerakan Bersyarat (PKPB) oleh pemerintah negara itu. Berdasarkan surat KJRI Kota Kinabalu Nomor 01040/PK/10/2020/13/02, KJRI Kota Kinabalu mendukung kebijakan Pemerintah Malaysia terkait pemberlakuan PKPB tersebut untuk mengantisipasi penyebaran virus korona dan guna memastikan WNI terlindungi dari wabah ini.

Melalui siaran tertulisnya Konsul Jenderal RI Sabah, Krisnha Djelani, Senin (12/10), mengimbau WNI mematuhi arahan dari pihak-pihak di Malaysia. KJRI juga meminta agar tidak melakukan kontak langsung dengan orang lain, menghindari kerumunan dan tidak bersalaman.

WNI juga diajak menjaga kebersihan diri, keluarga dan lingkungan sekitar tempat tinggal, menjaga kondisi dan daya tahan tubuh, menggunakan masker dan mencuci tangan dengan sabun apabila berada di luar rumah.

Yusuf juga mengingatkan kepada WNI di wilayah kerjanya mulai Sandakan, Kota Kinabalu hingga Keningau, bagi yang memiliki suhu badan di atas 37,5 derajat celcius atau memiliki gejala flu (meriang, batuk, pilek, sesak napas dan lain-lainnya) disarankan tetap berada di rumah dan tidak bepergian ke tempat-tempat keramaian. "Apabila gejala tersebut berlanjut maka segera berobat di rumah sakit terdekat," ujar dia.

Mantan Perdana Menteri Malaysia Tun Dr Mahathir Mohammad menyesalkan pelaksanaan Pilihan Raya Negeri Sabah yang telah membuat jumlah tertular Covid-19 di negara bagian tersebut meningkat. "Sepatutnya PRN Sabah tidak diadakan," ujar pendiri Partai Pejuang Tanah Air (Pejuang) tersebut melalui blog pribadinya di Kuala Lumpur, Senin (12/10).

Kementerian Kesehatan Malaysia (KKM) melaporkan pada Ahad (11/10) kasus Covid-19 di Sabah mencapai 488. Semuanya merupakan kasus setempat.

"Sabah sudah ada PRN pada 2018. Warisan menang dan membentuk pemerintahan. Tetapi pemerintah pintu belakang pusat berhasrat menguasai Sabah juga melalui pintu belakang," katanya.

Dia mengatakan Pemerintah Warisan terpaksa dibubarkan untuk adakan PRN. "Maka menanglah duit, karena dia raja. Tapi biayanya tinggi. Bukan saja uang ringgit, tetapi juga serangan Covid-19. Dari Sabah berkembang ke Semenanjung. Kononnya menteri kebal tidak perlu karantina, malangnya Covid-19 tidak tahu menteri kebal," katanya.

Maka, ujar Mahathir, berjangkitlah Covid-19 dan merebaklah 631 kasus sehari. "Dari negeri yang selamat Sabah jadi klaster beribu akan jadi korban, meninggal pun ada. Kata pemimpin tertinggi, kalau menang, Pemilu akan diadakan. Jangan mangkir janji. Adakan Pemilu biar ratusan ribu dijangkiti, biar lebih banyak mati," tulis Mahathir.

Dia mengatakan, "politik lebih utama dari prinsip dengan apa aku peduli dan aku dapat."

Menteri Kesehatan Malaysia Dr Noor Hisham Abdullah mengatakan tenaga medis di Sabah berada dalam kondisi genting melawan Covid-19. Dia mengatakan beberapa strategi dan pendekatan akan diambil untuk memutus rantai penularan Covid-19 di Sabah.

"Strategi kami adalah berdasarkan pada surveilans komunitas, melakukan penelusuran kontak, pengetesan, isolasi dan merawat semua yang terinfeksi serta memutus rantai infeksi dengan pengetatan wilayah dan perbatasan," katanya di Twitter dikutip dari Malay Mail Online.

Kemarin terdapat 561 kasus baru Covid-19 di Malaysia. Sebanyak 488 kasus di antaranya berada di Sabah.

Sejak kemarin dua area di Sabah yaitu Taman Khazanah Indah dan perumahan Mutiara Kasih di Lahad Datu diumumkan berada dalam kondisi Pembatasan Sosial Berskala Mini. Mini lockdown itu berlaku mulai besok (13/10), seperti diumumkan oleh Pejabat Senior Ismail Sabri Yaakob. Pembatasan akan dicabut pada 26 Oktober mendatang.

Sebanyak 5.452 warga terdampak lockdown. Warga tidak diperbolehkan meninggalkan rumahnya kecuali ada keadaan darurat dengan izin dari aparat. Seluruh jalanan menuju area tersebut juga dibatasi dan mereka yang masuk harus mendapatkan izin pemerintah setempat. Makanan bagi warga akan dipasok pemerintah. Selama pembatasan, warga akan menjalani skirining yang ditargetkan bagi mereka yang terdampak.

PM Malaysia Muhyiddin Yassin memang mengakui PRN atau pemilu di Sabah jadi salah satu penyebab kasus Covid-19 kembali naik. Ia mengatakan pada pidato tanggal 6 Oktober kalau KPU memang telah mengeluarkan aturan dengan protokol kesehatan bagi pemilu Sabah. "Tapi SOP pemilu sayangnya tidak diterapkan baik," ujar Muhyiddin.

Indonesia juga akan menggelar Pilkada di akhir tahun. Bila Malaysia hingga kini hanya melakukan pemilu di satu daerah, Indonesia akan menggelar pilkada di 270 daerah.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Viryan Aziz, mengatakan apabila kondisi pandemi Covid-19 makin memburuk, maka penundaan Pilkada 2020 memungkinkan. Ada tiga opsi yang bisa dilakukan terkait pilkada terhadap perkembangan situasi kasus Covid-19.

"Kalau misalnya kondisinya semakin memburuk dimungkinkan tidak penundaan secara legal? Secara legal memungkinkan," ujar Viryan dalam diskusi daring, Kamis (8/10).

Viryan menyebutkan, tiga kemungkinan yang dapat dilakukan yakni pilkada terus berjalan sepenuhnya, sebagian ditunda, atau ditunda menyeluruh. Jika ada opsi penundaan pilkada secara lokal per daerah, maka bergantung kondisi masing-masing daerah yang menggelar pilkada.

"Sangat mungkin kalaupun ada opsi penundaan yang kemudian dilihat secara detail itu sangat tergantung kondisi daerahnya," kata Viryan.

Menurut dia, KPU sangat memahami tuntutan penundaan dari berbagai sejumlah pihak. Desakan penundaan memang untuk kebaikan seluruh masyarakat karena pilkada digelar dalam kondisi pandemi Covid 19.

Namun, ia menegaskan, kunci keberhasilan pelaksanaan Pilkada 2020 saat ini ialah kepatuhan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Setiap pihak, mulai dari penyelenggara, pasangan calon, partai politik, tim sukses, pemilih, dan masyarakat luas, harus mentaati ketentuan protokol kesehatan yang berlaku.

Menurut Viryan, KPU menghadapi tantangan besar untuk terus menyosialisasikan penyesuaian protokol kesehatan dalam kegiatan pilkada. Termasuk mengubah pola hidup masyarakat agar konsisten menjalankan protokol kesehatan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement