REPUBLIKA.CO.ID, KULON PROGO - Pemerintah Kabupaten Kulon Progo diminta meninjau ulang izin pendirian toko modern atau toko jejaring yang berdekatan dengan pasar rakyat dan toko kelontong milik rakyat. Hal ini karena pertokoan modern menyebabkan mereka gulung tikar.
Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Lajiyo Yok Mulyono mengatakan dirinya mendapat keluhan dari pedagang kecil di pasar rakyat dan pemilik toko kelontong. Para pedagang kecil di Kecamatan Nanggulan dan Sentolo mengeluhkan soal keberadaan toko modern, toko jejaring, atau toko milik rakyat karena mematikan usaha kecil.
"Saat ini setiap kecamatan/kapanewon muncul toko modern atau toko jejaring sehingga mematikan usaha di pasar rakyat dan toko kelontong milik masyarakat. Kami meminta pemkab meninjau ulang izin toko modern atau toko jejaring baik yang berlabel toko milik rakyat (Tomira) atau tidak," kata Lajiyo.
Menurutnya sesuai ketentuan yang berlaku toko jejaring atau toko modern yang berlabel Tomira dibangun minimal berjarak satu kilometer dari pasar rakyat. Namun pada realisasinya jarak pasar rakyat dengan toko modern mayoritas kurang dari 500 meter.
"Sebelum menjamur toko modern atau toko jejaring, pasar rakyat dan toko kelontong ini mampu menjadi mata pencaharian masyarakat dan pedagang kecil sehingga keuntungan yang didapat bisa untuk uang saku anak sekolah dan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Namun setelah menjamurnya toko modern, itu mematikan ladang pencaharian mereka," katanya.
Lajiyo juga meminta Pemkab Kulon Progo melalui Dinas Koperasi dan UKM mengevaluasi koperasi yang mengakuisisi toko modern sehingga berubah nama. Jangan sampai koperasi ini dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis pemilik modal. Saat ini ada kesan toko modern atau toko jejaring hanya memperalat koperasi di masing-masing kecamatan dalam rangka mendapatkan izin.
"Untuk mempermudah mendapatkan izin tempat usaha akhirnya hanya mendompleng kerja sama dengan koperasi setempat juga dengan dalih menggandeng Tomira untuk mendapatkan akses mendirikan toko moderen yang ada di 12 kecamatan. Kami tidak menolak pemodal besar, tapi kami mohon diatur zonanya juga para pemodal itu harus menjadi jaringan mengampu para pedagang kecil," jelasnya.
Selain itu, toko-toko modern yang ada selalu membangun dulu sebelum ada izin resmi diberikan oleh pemerintah kabupaten. Artinya, dari pihak perizinan dalam memberikan atau memproses perizinan tidak turun ke lapangan untuk melihat lokasi yang akan diberikan izin. Mereka hanya berdasarkan atas surat dari desa dan kapanewon yang menjadi acuan administrasi.
"Ini juga menjadi keluhan bagi kelompok pedagang kecil. Izin belum turun bangunan sudah jadi bahkan toko sudah diisi dagangan dengan manajemen profesional. Akhirnya juga tetap dimenangkan bagi pemodal besar," katanya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kulon Progo Astungkara mengaku baru mendapat laporan adanya pendirian toko modern di Nanggulan sangat berdekatan dengan pasar rakyat dan toko kelontong. Ia berjanji akan mengevaluasi keberadaan toko modern dan Tomira yang ada di Kulon Progo.
"Terima kasih atas masukannya. Kami akan mengevaluasi keberadaan toko modern di Kulon Progo ini," katanya.