REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) akhirnya menahan tersangka Fakhri Hilmi terkait kasus PT Asuransi Jiwasraya. Fakhri Hilmi adalah mantan Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang ditetapkan tersangka, pada Kamis (25/6) lalu bersama 13 tersangka korporasi manager investasi (MI) pengelola saham, dan reksadana milik Jiwasraya.
“Bahwa yang bersangkutan, tersangka atas nama FH (Fakhri Hilmi) dilakukan penahanan selama 20 hari, terhitung hari ini (12/10),” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, di Jakarta, Senin (12/10).
Hari menerangkan, panjangnya masa penetapan tersangka terhadap Fakhri Hilmi, dengan waktu penahanan dikarenakan selama ini penyidik beralasan yang bersangkutan tak melarikan diri, ataupun menghilangkan barang bukti.
“Penahanan terhadap yang bersangkutan tersangka FH, penyidikan punya alasan subjektif dan objektif agar yang bersangkutan, tidak melarikan diri, ataupun menghilangkan barang bukti,” terang Hari.
Tersangka Fakhri, kata Hari, sampai 31 Oktober 2020 mendatang, akan mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). Fakhri Hilmi, adalah salah satu dari delapan tersangka perorangan yang saat ini terlibat dalam kasus dugaan korupsi, dan pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Jiwasraya.
In Picture: Deretan Mobil Mewah Kasus Jiwasraya yang Disita Kejakgung
Dalam kasus tersebut, Kejakgung menyebutkan angka kerugian negara sebesar Rp 16,8 triliun sepanjang 2008-2018. Nilai kerugian tersebut, disebut sebagai salah satu penyebab asuransi milik negara itu, mengalami gagal bayar klaim asuransi nasabah selama 2018-2019.
Nilai kerugian negara tersebut, Rp 12,7 triliun di antaranya terpendam di 13 MI yang juga ditetapkan sebagai tersangka. Perusahaan MI pengelola saham dan reksa dana milik Jiwasraya tersebut, atas kendali tersangka yang kini sudah menjadi terdakwa di PN Tipikor Jakarta Pusat, yakni Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, dan Joko Hartono Tirto. Tiga terdakwa lainnya, yakni dari manajemen Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan.
Terkait Fakhri Hilmi, diduga punya peran membiarkan proses transaksi saham dan reksa dana di pasar bebas yang melibatkan Jiwasraya. Padahal, diketahui, Fakhri Hilmi sebagai pejabat pengawas transaksi pasar modal pada OJK, punya kewenangan melakukan pembekuan transaksi yang mencurigakan. Pada saat penetapan tersangka Fakhri Hilmi, pada Kamis (26/6) lalu, Kapuspen Hari pernah menerangkan, Fakhri Hilmi, pun mengetahui tentang transaksi mencurigakan tersebut, karena sudah mendapatkan laporan.
Akan tetapi, menurut Hari, Fakhri Hilmi tidak melakukan pembekuan transaksi yang mencurigakan, pun membiarkan aktivitas jual beli tersebut. Masih menurut Hari, dalam pendalaman penyidikan, diketahui Fakhri Hilmi tak melakukan pembekuan atas dasar permintaan dari mantan Direktur Utama BEI berinisial EF yang saat ini menjadi saksi, namun diketahui EF sebagai salah satu komisaris di perusahaan MI yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.