Selasa 13 Oct 2020 13:02 WIB

Warga Suku Minta PBB Hentikan Gusuran Paksa Pemerintah Saudi

Suku Al-Hwaitat menyebut mereka menjadi korban gusur paksa proyek NEOM Saudi

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Bendera Arab Saudi. Suku Al-Hwaitat menyebut mereka menjadi korban gusur paksa proyek NEOM oleh pemerintah Arab Saudi. Ilustrasi.
Foto: Eurosport
Bendera Arab Saudi. Suku Al-Hwaitat menyebut mereka menjadi korban gusur paksa proyek NEOM oleh pemerintah Arab Saudi. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH - Sebuah suku terkemuka di Arab Saudi telah meminta bantuan PBB untuk melestarikan kehadiran mereka di tanah leluhur di Saudi. Pasalnya pihak berwenang Saudi terus menekan suku itu untuk hengkang dari wilayah yang akan dibangun proyek kota besar NEOM yang terkenal di barat laut Kerajaan di pantai Laut Merah.

Dilansir laman Middle East Monitor (MEMO), para pemimpin suku Al-Hwaitat meminta organisasi internasional tersebut untuk menyelidiki penggusuran paksa dan penyalahgunaan anggota suku oleh otoritas Saudi. Perwakilan suku yang berbasis di London, Alya Alhwaiti, mengatakan banding diajukan akhir bulan lalu setelah 13 anggota suku tersebut ditangkap dan diculik oleh pasukan keamanan Saudi.

Baca Juga

Teman dan kerabat tidak tahu di mana anggota suku itu, termasuk aktivis Suleiman Mohammed Al-Taqique Al-Hwaiti, ditahan. Dua anggota suku lainnya ditangkap pada 1 Oktober ketika mereka melewati Universitas Fahad Bin Sultan. Mereka dilaporkan karena mengkritik pemerintah Saudi dan proyek mega-city-nya secara online.

"Yang kami inginkan adalah dunia mendukung kami dalam kasus kami," ujar Alhwaiti dikutip MEMO, Selasa (13/10).

"Kami minta PBB untuk menunjukkan kepada mereka bagaimana rezim Mohammed Bin Salman melecehkan rakyat, membuat takut rakyat," ujarnya menambahkan.

Selama dua tahun terakhir, pemerintah Saudi telah merencanakan pembangunan mega-city NEOM-nya. Proyek kota futuristik ini diharapkan akan menarik banyak perusahaan dan investasi dari seluruh dunia, serta menjadi pusat kemajuan teknologi.

Namun dalam persiapannya, badan-badan keamanan pemerintah semakin menggunakan kekerasan untuk mengusir anggota suku Al-Hwaitat yang menolak pindah bahkan setelah ditawarkan kompensasi kepada mereka.

Ketegangan diperburuk ketika seorang pemimpin suku, Abdul Rahim Al-Hwaiti, ditembak dan dibunuh oleh otoritas Saudi ketika dia menolak untuk mengosongkan rumahnya saat mengunggah video daring yang mengkritik pemindahan paksa. Salah satu pengacara yang mengajukan permintaan ke PBB, Rodney Dixon QC, mengatakan bahwa kebijakan pengungsian Kerajaan adalah "pelanggaran" terhadap Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB.

"Hak-hak para pengungsi internal dan hak-hak pribumi diabadikan di UNDHR, yang mengikat Arab Saudi," ujar Dixon menunjukkan.

"Yang juga kami fokuskan adalah pelanggaran hak asasi manusia, di mana orang-orang diancam, diserang, dan dibunuh. Itu juga merupakan pelanggaran terhadap hak seseorang untuk hidup dan hak mereka untuk sejahtera dan aman," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement