REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah halaman draf RUU Cipta Kerja (Ciptaker) terus mengalami perubahan meski sudah disahkan pada 5 Oktober 2020 lalu, awalnya 905 halaman, menjadi 1035 halaman, dan muncul pula versi 812 halaman. Pengamat Politik Ujang Komarudin khawatir, draf RUU tersebut diutak-atik.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini mengatakan, terus berubahnya draf RUU Ciptaker pasca diparipurnakan ini semakin menunjukkan bahwa RUU ini tidak didukung oleh masyarakat luas.
"Isi UU-nya bisa saja diutak-atik dan diubah-ubah kembali sesuai selera. Itu bukan rahasia umum lagi. Bisa saja perubahan halaman itu diubah, diutak-atik, atau dihaluskan bahasa dan isinya," ujar Pengajar Universitas Al-Azhar Indonesia itu pada Republika.co.id, Selasa (13/9).
Pengubahan, kata Ujang, bisa saja dilakukan agar yang tadinya pasal-pasalnya merugikan kaum pekerja (buruh) dan rakyat Indonesia diperhalus seolah-olah sesuai dengan yang dituntut oleh rakyat. "Itu permainan tingkat tinggi. Aneh memang. Tapi nyata. Dan terjadi," kata Ujang.