Rabu 14 Oct 2020 05:21 WIB

Wapres Sarankan Penolak UU Ciptaker ke MK, Bukan Cara Gaduh

Pemerintah meyakini hal-hal yang dipersoalkan dalam UU Ciptaker karena mispersepsi.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Wakil Presiden RI, Maruf Amin
Foto: Setwapres
Wakil Presiden RI, Maruf Amin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyarankan berbagai kalangan yang masih keberatan dengan Undang-Undang Cipta Kerja untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ma'ruf berharap langkah langkah yang ditempuh berbagai pihak tak setuju UU Ciptaker masih dalam koridor supremasi hukum atau rule of law.

"Pihak-pihak yang merasa keberatan dengan materi UU Cipta Kerja dapat menempuh jalan konstitusional ke MK, bukan jalur atau cara-cara yang menimbulkan kegaduhan apalagi melanggar hukum," ujar Ma'ruf saat memberi pembekalan kepada Alumni PPRA LX dan Peserta PPRA LXI Tahun 2020 Lemhanas RI secara daring, Selasa (13/10).

Baca Juga

Hal ini disampaikan Ma'ruf menyikapi keberatan maupun penolakan masyarakat berbagai kalangan terhadap UU yang baru disahkan DPR dan pemerintah awal Oktober ini. Sebab, pemerintah meyakini hal-hal yang dipersoalkan dalam UU Cipta Kerja karena ada mispersepsi di masyarakat.

"Berdasarkan identifikasi dan analisa pemerintah, hal-hal yang dipersoalkan oleh beberapa kalangan muncul karena mispersepsi, disinformasi, kesalahpahaman atau disalahpahamkan," kata dia.

Namun, kata Ma'ruf, pemerintah tetap membuka diri untuk menerima masukan dan saran terkait hal hal yang belum terakomodasi dalam UU tersebut untuk dijadikan bahan penurunan aturan. "Kalau masih ada aspirasi masyarakat yang belum terakomodasi sebaiknya disampaikan kepada Pemerintah untuk menjadi bahan masukan dalam penyusunan PP maupun perpres atau aturan pelaksanaan lainnya," ujar Ma'ruf.

Meski banyak ditentang sebagian masyarakat, Ma'ruf mengatakan, pemerintah tetap meyakini UU Cipta Kerja adalah solusi bagi persoalan lapangan kerja dan iklim investasi. Ia menjelaskan, UU tersebut merupakan respons pemerintah terhadap tuntuntan masyarakat agar tercipta lapangan kerja yang lebih luas dan berkualitas, perbaikan birokrasi dan penyederhanaan regulasi, serta penciptaan iklim yang kondusif bagi investasi dan dunia usaha.

Sebab, selama ini iklim kondusif bagi investasi dan dunia usaha terkendala oleh aturan yang berbelit-belit dan tumpang tindih, sehingga proses bisnis dan investasi menjadi kurang efisien karena memerlukan waktu panjang untuk perizinannya. Hal ini yang telah menyebabkan Indonesia kalah bersaing dengan negara lain seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, Kamboja, dalam kemudahan investasi yang mengakibatkan tersendatnya penciptaan lapangan kerja.

"Karena itu diperlukan pembenahan-pembenahan melalui UU yang terpadu yang lebih responsif dan memberikan kepastian hukum yang lebih baik bagi dunia usaha. Untuk itulah dibuat UU Ciptaker," ungkapnya.

Ia juga meyakini UU Cipta Kerja dapat meningkatkan daya saing Indonesia dalam persaingan global. Apalagi, dalam kondisi dunia yang disrupsi akibat pandemi Covid-19, UU Cipta Kerja menjadi pertaruhan kredibilitas Indonesia di mata dunia, khususnya negara-negara mitra dagang dan investor global.

"UU Ciptaker merupakan langkah penting yang kita siapkan untuk mengantisipasi persaingan dunia pascapandemi, sekaligus sebagai pemicu utama bagi pembukaan lapangan kerja secara luas," ujarnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement