Rabu 14 Oct 2020 09:31 WIB

Luhut: Pentingnya Pengetesan dan Pelacakan Covid-19

Klaster perkantoran turun dalam 14 hari setelah tracing dan targeted testing

Warga menggunakan masker saat melintasi kawasan Sudirman, Jakarta,Ahad (11/10). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengurangi kebijakan rem darurat di Ibu Kota dengan kembali memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi mulai Senin (12/10) hingga Senin (25/10), karena adanya pelambatan kenaikan kasus positif dan kasus aktif Covid-19 meski masih terjadi peningkatan penularan. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga menggunakan masker saat melintasi kawasan Sudirman, Jakarta,Ahad (11/10). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengurangi kebijakan rem darurat di Ibu Kota dengan kembali memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi mulai Senin (12/10) hingga Senin (25/10), karena adanya pelambatan kenaikan kasus positif dan kasus aktif Covid-19 meski masih terjadi peningkatan penularan. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang juga Wakil Ketua Komite Kebijakan Pengendalian COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional menekankan pentingnya pengetesan dan pelacakan kasus COVID-19 sambil menunggu datangnya vaksin pada November mendatang.

"Saat ini kita tengah menyiapkan vaksin untuk COVID-19, diharapkan November 2020 sudah dapat kita terima," kata Luhut dalam rapat koordinasi virtual tentang targeted testing dan tracing COVID-19 di Jabodetabek dan Bali pada Selasa (13/10).

Luhut juga meminta agar ada rencana antisipasi terkait kemungkinan lonjakan kasus pada akhir Oktober. Pasalnya, pada libur panjang Agustus yang lalu, jumlah kenaikan kasus COVID-19 di Jakarta sempat meningkat tajam hingga lebih dari 60 persen. "Kita perlu membuat rencana untuk mengantisipasi hal ini," kata Luhut dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (14/10).

Penasehat Menko Kemaritiman Bidang Penanganan COVID Monica Nirmala yang hadir dalam rakor itu menuturkan pengetesan dan pelacakan dinilai penting karena penularan COVID-19 didominasi oleh segelintir orang yang terinfeksi, yang disebut sebagai super spreaders. Sebanyak 80 persen kasus baru disebabkan oleh 20 persen orang yang terinfeksi.

"Mereka mampu menularkan virus kurang lebih dua hari sebelum timbul gejala, hingga 10 hari setelah bergejala. Oleh karena periode infeksius yang singkat ini, maka waktu dan kecepatan respons kita sangat penting untuk memutus rantai penularan. Time is of the essence (waktu adalah kunci)," jelasnya.

Bukan hanya testing dan tracing yang penting, Monica menuturkan pendampingan karantina dan isolasi turut jadi perhatian. Menurut dia, tes-lacak-isolasi adalah tiga mata rantai surveilans yang saling terkait. Deteksi dini dan pendampingan pasien menjalani isolasi serta perawatan hingga tuntas adalah kunci penanganan pandemi.

Gubernur DKI Anies Baswedan menjelaskan di Jakarta terjadi penurunan proporsi klaster perkantoran selama 14 hari terakhir setelah dilakukan targeted testing dan tracing. "Testing ini diterapkan secara gratis kepada 8.000 spesimen per harinya," ujarnya.

Lebih jauh, Anies menyebutkan bahwa garda terdepan dari testing dan tracing adalah puskesmas kecamatan. Di setiap puskesmas terdapat dua komponen. Pertama, digital tracer yang bertugas untuk melakukan investigasi kasus dan menindaklanjuti semua kontak eratnya. Kedua, koordinator lapangan di setiap kecamatan yang melibatkan 1.500 ASN dan relawan.

Jika digital tracer hanya melakukan pelacakan kontak erat secara daring, koordinator lapangan terjun langsung ke lokasi untuk menemui dan mendampingi pasien serta melacak kontak eratnya. Pemerintah DKI Jakarta telah menyediakan aplikasi Jakarta Terkini (JAKI) yang digunakan oleh lebih dari 800 ribu pengguna aktif di Jakarta. Aplikasi ini dapat digunakan untuk melaporkan pelanggaran protokol kesehatan maupun tracing pasien Covid-19.

Sementara itu, Gubernur Bali I Wayan Koster menyebut kondisi di wilayah Bali sudah mulai membaik."Pertumbuhan kasus baru cenderung menurun, yakni penambahan angka pasien COVID-19 di bawah 100 kasus per hari. Tingkat kesembuhan meningkat hingga 86,37 persen. Angka meninggal pun dapat dikendalikan menjadi di bawah lima persen," paparnya.

Untuk mendukung kemajuan itu, Koster menekankan pentingnya layanan di rumah sakit, baik dari segi tenaga kesehatan maupun fasilitas kesehatan. Selain itu, ia pun mengimbau pentingnya koordinasi dengan Komando Daerah Militer (Kodam) dan Kepolisian Daerah (Polda) untuk mengajak masyarakat mengikuti protokol kesehatan, seperti tertib menggunakan masker dan rajin mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak di kerumunan. Sayangnya, diakuinya masih ada banyak kerumunan di Bali.

Ada pun di Jawa Barat dari yang sebelumnya memiliki lima zona merah, sejak 6 Oktober hingga 11 Oktober 2020 tersisa tiga Kabupaten/kota saja. Agar angkanya dapat semakin ditekan, pemerintah Jawa Barat memanfaatkan QR Code Check-in bagi orang yang masuk ke gedung negara untuk mempermudah tracing.

"Misalnya di Gedung Sate ada satu orang yang positif COVID-19, kita jadi bisa tahu siapa saja orang-orang yang ada di sana di waktu tersebut," jelas Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Ketiga kepala daerah di wilayah itu ingin meningkatkan upaya testing dan tracing. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi testing yang tepat sasaran berdasarkan hasil tracing, dan penguatan contact tracing dengan tiga cara.

Pertama, pengendalian stigma. Selama ini, masyarakat khawatir untuk melakukan tes PCR karena takut dengan penilaian dari tetangga maupun dari petugas tracing. Kedua, peningkatan jumlah dan keterampilan tenaga tracing. Dan ketiga, pembenahan manajemen informasi pencatatan dan pelaporan tracing yang cepat, lengkap, dan akurat.

 

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement