Kamis 15 Oct 2020 06:15 WIB

Perjalanan Abu Darda Menjadi Ahli Hikmah

Abu Darda selalu rindu pada hakikat hidup dan terus berusaha menemukan maknanya.

Ilustrasi Sahabat Nabi
Foto: Pixabay
Ilustrasi Sahabat Nabi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abu Darda' adalah seorang hafizh yang bijaksana. Ia termasuk orang yang mengumpulkan Alquran dan menjadi sumber bagi para pembaca di Damaskus pada masa Khalifah Utsman bin Affan.

Ia memiliki kedudukan yang tinggi dalam hal ilmu dan amal daripada para sahabat yang lainnya. Selama hidupnya, Abu Darda' mengajarkan kepada umat tentang segala hal yang dia pelajari dari Rasulullah Saw.

Dikutip dari Kisah-Kisah Ajaib Para Penghafal Alquran karya Wiwi Alawiyah Wahid dan Siti Aisyah diceritakan, seorang sahabat bernama Suwaid bin Abdul Azis pernah mengataan bahwa pada suatu hari, Abu Darda' sedang sholat di masjid Damaskus. Ribuan orang mengelilinginya untuk mempelajari Alquran. Ia membagi-bagikan satu kelompok dengan sepuluh orang dan dipilih satu orang ketua. Ia hanya mengawasinya di mihrab. Jika ada yang salah, ketua tersebut menghadap Abu Darda' untuk bertanya. Jumlah penghafal Alquran dalam majelis Abu Darda' mencapai 1.600 orang.

Abu Darda' mendedikasikan dirinya pada Alquran secara total. Baginya, tiada hari tanpa Alquran. Ia menghafalnya di kala sendiri atua bersama-sama dalam majelis. Selain memiliki kemampuan hafalan yang kuat, bacaan Alqurannya juga sangat fasih. Rasulullah SAW telah memberikan penghormatan dan penghargaan yang tinggi padanya sebab ia telah mampu menjaga dan mengamalkan Alquran.

Selain seorang hafizh yang fasih, Abu Darda' juga seorang mujahid yang tangguh dan ahli hikmah yang bijaksana. Sebagai seorang mujahid, ia selalu berada di garis depan bersama Rasulullah SAW saat berperang melawan musuh. Ia adalah prajurit yang pantang menyerah dan pemberani. Perang terakhir yang ia ikuti adalah perang untuk pembebasan kota Makkah.

Sebagai ahli hikmah, Abu Darda' adalah sosok yang selalu rindu pada hakikat hidup dan terus berusaha untuk bisa menemukan maknanya. Pascapembebasan kota Makkah, ia memutuskan untuk menyerahkan diri secara bulat kepada Allah SWT. Ia memilih jalan tasawuf hingga mencapai tingkat kebenaran yang teguh. Ia terus berdzikir dan menyempurnakan hafalannya. Ia juga terus berbuat kebajikan untuk masyarakatnya.

Pernah suatu hari, ibunya bertanya tentang amalan yang sangat disenangi Abu Darda'. Ia pun menjawab, "Tafakkur dan mengambil iktibar (pelajaran)". Inilah yang menjadi bukti keseriusan Abu Darda' untuk menjadi seorang ahli hikmah. Ia ingin di akhir hidupnya terus berada dalam lingkaran ketenangan dan kedamaian batin. Ia sudah meninggalkan dunia peperangan dan memutuskan untuk melakukan ubudiyah dan tafakkur yang dalam.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement