Rabu 14 Oct 2020 13:52 WIB

Formappi Minta DPR Ungkap Proses Finalisasi Draf UU Ciptaker

Formappi meminta DPR ungkap proses finalisasi draf UU Ciptaker.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bayu Hermawan
 Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formapi) Lucius Karus
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formapi) Lucius Karus

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mendesak DPR untuk terbuka dalam menyampaikan proses finalisasi naskah Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Sebab, masih ada sejumlah hal yang menggantung perihal banyaknya draf undang-undang tersebut yang beredar di masyarakat, sejak pengesahan hingga saat ini.

"Bagi saya mestinya pimpinan DPR membuka secara jujur proses yang terjadi beserta dampak-dampak perubahan yang terjadi," ujar Lucius, Rabu (14/10).

Baca Juga

Menurutnya, klarifikasi Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin hanya menjelaskan tampilan luar dari UU Ciptaker. Bukan pasal dan subsransi yang diatur oleh regulasi sapu jagat tersebut.

Pasalnya, terdapat penambahan atau pengurangan ayat dari sejumlah naskah UU Cipta Kerja yang beredar. Meskipun Azis mengeklaim, DPR tak menyelundupkan pasal apapun selama proses finalisasi.

"Terlalu banyak pertanyaan yang menggantung dalam benak publik ketika lebih dari sepekan, keingintahuan publik akan naskah final RUU ini tak bisa diakses dimana-mana," kata Lucius.

Untuk itu, ia meminta DPR untuk terbuka dalam proses finalisasi naskah UU Cipta Kerja yang berlangsung selama seminggu terakhir ini. Sebab, regulasi di dalamnya akan berpengaruh terhadap hidup masyarakat saat ini.

"Temuan-temuan perubahan yang tak sekedar menyempurnakan redaksi kalimat atau perbaikan typo jelas bukan sesuatu yang remeh-temeh," ujar Lucius.

Dalam seminggu terakhir, beredar naskah Undang-Undang Cipta Kerja di masyarakat yang jumlah halamannya berbeda-beda. Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengatakan, draf final yang terlah disempurnakan adalah yang memiliki 812 halaman.

"Kalau sebatas UU Cipta Kerja hanya sebatas 488 halaman, ditambah penjelasan menjadi 812 halaman, yang merupakan bagian terlampir daripada ketentuan-ketentuan yang diatur," ujar Azis di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (13/10).

Ia mengatakan, dalam naskah yang berjumlah 1.035 halaman adalah draf kasar dari UU Cipta Kerja yang belum diperbaiki format penulisan dan menggunakan kertas biasa. Sedangkan versi final yang berjumlah 812 halaman, adalah yang telah disempurnakan oleh Sekretariat DPR dengan menggunakan legal paper atau kertas resmi untuk diserahkan kepada Presiden Joko Widodo.

"Sesuai ketentuan UU Nomor 2 Tahun 2011, yang dikirim ke pemerintah itu harus menggunakan legal paper secara resmi. Sehingga proses pengetikannya adanya di Kesekjenan," ujar Azis.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement